( Program pembelajaran tertulis:(Mushalah AT Taubah)
( ditulis: H.Kamat Kamal.GBW Depok 01/Nov/2014 atau
08/ Muharram/1436)
2.Mengadakan program pembelajaran tertulis:
Pelajaran : Ilmu Nahwu &Sharaf.(Kitab pedoman ke -2.
2.Mengadakan program pembelajaran tertulis:
Pelajaran : Ilmu Nahwu &Sharaf.(Kitab pedoman ke -2.
code file :MISI 005/01B)
Thema : Methode memahami Al Qur’an secara praktis.
Untuk bisa memahami Al Qur’an secara cepat dan mandiri memerlukan beberapa syarat diantaranya
1.Santri harus bisa membaca Al Qur’an dengan baik disesuaikan dengan kemampuanny.(IlmuTajwid)
2.Santri harus bisa mengerti susunan kata kata dalam Al Qur’an dengan baik(IlmuNahwu&sharaf)
3.Santri harus bisa memahami maksud isi Al Qur’an dengan baik.(Ilmu Balaghah)
4.Santri harus bisa menghafal Al Qur’an dengan baik.(berdo’a dan berusaha).
5.Santri harus bisa mengamalkannya dengan baik disesuaikan dengan keimanannya..(Ilmu Fiqih).
Standard Kitab yang dipakai:
1.Ilmu Tajwid
Standard kitab yang dipakai : Pelajaran Tajwid A.Mas’ud Syafi’i Bandung Jabar terbitan 1967
2.Ilmu Nahwu&Sharaf .(code file :MISI 005/01B)
Standard kitab yang dipakai : Al Fiyah Ibnu Malik Syarah H.Misbah Mustofa Bangilan Tuban
Jatim terbitan thn 1998 m.
3.Ilmu Balaghah (Ma’ani;Bayan;Badi’).
Standard kitab yang dipakai : Jauhar Maknun Imam Akhdhori Syarah H.moch.Anwar Subang
Jabar terbitan thn 1979 m.
4.Methode menghafal Al Qur’an .
Standard kitab yang dipakai : Al Qur’an Dept.Agama.R.I.(S.Al Fatihah;S.Al Baqarah;S.Yasin)
5.Ilmu Fiqih(Madzab Empat)
Standard kitab yang dipakai :
Mawatha MadzabMaliki; Al Um Madzab Syafi’i; Fiqih Sunah&Minhajul Muslimin Madzab
Hambali).Madzab Hanafi(kami tidak punya kitabnya).
Gunakanlah surat Al Baqarah ayat 213 yang tertulis diatas ini sebagai semangat belajar!!!
Code file : MISI 005/01B.
Kitab Al Fiyah Ibnu Maliki versi Management Information System Islam.
Al Qur an adalah kalamullah(Firman Allah) disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.melalui
Malaikat Jibril dalam bahasa Arab secara lisan.
Nabi saw mendengarkannya(sami’) , menghafalkannya, mengerti,memahami serta mengamalkannya, selanjutnya diajarkannya kepada umat manusia secara hikmah agar manusia tersebut bisa mendapatkan kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup diakhirat.
Setiap bahasa pasti mempunyai aturan dalam menyampaikanya; kalau dalam bahasa Indnesia
disebut Tata bahasa;sastra dll,sedangkan kalau dalam bahasa arab disebut Nahwu/sharaf;Balaghah dll. Menurut para ulama terdahulu berpendapat sbb:
Ilmu Nahwu adalah bapaknya Ilmu,sedangkan Ilmu sharaf adalah ibunya ilmu.
Jadi kalau orang mampu menguasai ilmu Nahwu dan ilmu sharaf maka orang tersebut akan mudah mempelajari Al Qur an ,selanjutnya kalau orang menguasai Al Qur an maka akan mudah menguasai ilmu yang lain,sebab Al Qur an adalah sumber dari segala ilmu.
Dengan dasar pandangan seperti tersebut diatas maka kami ingin mengembangkan kitab Alfiyah Ibnu Maliki dengan syarah K.H,Misbach Mustofa Bangilan Tuban dengan versi M.I.S.I.(Management Information System Islam) mudah mudahan bisa bermanfaat bagi para santri.
Tujuan dari pengembangan buku ini adalah :
1.Membantu umat muslim generasi muda untuk belajar dan memahami Al Qur an secara mandiri.
(Surat Al Baqarah 213).
2.Mengajak umat muslim generasi muda untuk berpikir secara kreatif berdasarkan Al Qur an.
( surat Al imran ayat 65 )
3.Mengajak umat muslim generasi muda menjadi Jama’ah Khairan Umah.(Surat Al Imran ayat.110)
4.Mendorong umat muslim menjadi Muslim yang kaffah.(surat Al Imran ayat. )
Bagaimana metode pengembangan kitab Al Fiyah dengan versi M.I.S.I.?
1.Syarah alfiyah atau penjelasan yang tadinya bahasa jawa disalin dengan bahasa Indonesia
sebab kondisi sekarang ini jarang sekali generasi muda yang mengerti betul bahasa jawa,
apalagi kalau ditulis dengan huruf arab..
2.Diberikan contoh contoh yang lengkap(detail) sesuai dengan Al Qur an atau Al Hadits.
3. Dijelaskan yang diperlukan saja,tergantung keperluan para santri,agar santri berpikir sendiri
serta mengamalkannya.
4.Santri bisa belajar sendiri tanpa tergantung kepada guru,sehingga santri bisa mengatur waktu
dan kemampuan dan kemauannya.
5.Gratis tanpa memerlukan biaya ,yang penting ada niat dan ketekunan.
6.Nadhom Alfiyah ditulis dng huruf tanpa harakat disertai no.Bait Al fiyah dan no.ayat M.I.S.I..
Bacaan ditulis dengan huruf romawi disertai no.halaman Alfiyah/no.bait M.I.S.I.
7.Bertawakal kepada Allah swt.
Motto:
Jangan menyerah sebelum mencoba!!!
Ringkasan:
Alfiyah Page: 4(5)/Bait 23-37(38-51)
15/192. wal fi’lu in lam yakunaasikhhan falaa tulfihi galiban bi indzi mushalaa
Thema : Methode memahami Al Qur’an secara praktis.
Untuk bisa memahami Al Qur’an secara cepat dan mandiri memerlukan beberapa syarat diantaranya
1.Santri harus bisa membaca Al Qur’an dengan baik disesuaikan dengan kemampuanny.(IlmuTajwid)
2.Santri harus bisa mengerti susunan kata kata dalam Al Qur’an dengan baik(IlmuNahwu&sharaf)
3.Santri harus bisa memahami maksud isi Al Qur’an dengan baik.(Ilmu Balaghah)
4.Santri harus bisa menghafal Al Qur’an dengan baik.(berdo’a dan berusaha).
5.Santri harus bisa mengamalkannya dengan baik disesuaikan dengan keimanannya..(Ilmu Fiqih).
Standard Kitab yang dipakai:
1.Ilmu Tajwid
Standard kitab yang dipakai : Pelajaran Tajwid A.Mas’ud Syafi’i Bandung Jabar terbitan 1967
2.Ilmu Nahwu&Sharaf .(code file :MISI 005/01B)
Standard kitab yang dipakai : Al Fiyah Ibnu Malik Syarah H.Misbah Mustofa Bangilan Tuban
Jatim terbitan thn 1998 m.
3.Ilmu Balaghah (Ma’ani;Bayan;Badi’).
Standard kitab yang dipakai : Jauhar Maknun Imam Akhdhori Syarah H.moch.Anwar Subang
Jabar terbitan thn 1979 m.
4.Methode menghafal Al Qur’an .
Standard kitab yang dipakai : Al Qur’an Dept.Agama.R.I.(S.Al Fatihah;S.Al Baqarah;S.Yasin)
5.Ilmu Fiqih(Madzab Empat)
Standard kitab yang dipakai :
Mawatha MadzabMaliki; Al Um Madzab Syafi’i; Fiqih Sunah&Minhajul Muslimin Madzab
Hambali).Madzab Hanafi(kami tidak punya kitabnya).
Gunakanlah surat Al Baqarah ayat 213 yang tertulis diatas ini sebagai semangat belajar!!!
Code file : MISI 005/01B.
Kitab Al Fiyah Ibnu Maliki versi Management Information System Islam.
Al Qur an adalah kalamullah(Firman Allah) disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.melalui
Malaikat Jibril dalam bahasa Arab secara lisan.
Nabi saw mendengarkannya(sami’) , menghafalkannya, mengerti,memahami serta mengamalkannya, selanjutnya diajarkannya kepada umat manusia secara hikmah agar manusia tersebut bisa mendapatkan kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup diakhirat.
Setiap bahasa pasti mempunyai aturan dalam menyampaikanya; kalau dalam bahasa Indnesia
disebut Tata bahasa;sastra dll,sedangkan kalau dalam bahasa arab disebut Nahwu/sharaf;Balaghah dll. Menurut para ulama terdahulu berpendapat sbb:
Ilmu Nahwu adalah bapaknya Ilmu,sedangkan Ilmu sharaf adalah ibunya ilmu.
Jadi kalau orang mampu menguasai ilmu Nahwu dan ilmu sharaf maka orang tersebut akan mudah mempelajari Al Qur an ,selanjutnya kalau orang menguasai Al Qur an maka akan mudah menguasai ilmu yang lain,sebab Al Qur an adalah sumber dari segala ilmu.
Dengan dasar pandangan seperti tersebut diatas maka kami ingin mengembangkan kitab Alfiyah Ibnu Maliki dengan syarah K.H,Misbach Mustofa Bangilan Tuban dengan versi M.I.S.I.(Management Information System Islam) mudah mudahan bisa bermanfaat bagi para santri.
Tujuan dari pengembangan buku ini adalah :
1.Membantu umat muslim generasi muda untuk belajar dan memahami Al Qur an secara mandiri.
(Surat Al Baqarah 213).
2.Mengajak umat muslim generasi muda untuk berpikir secara kreatif berdasarkan Al Qur an.
( surat Al imran ayat 65 )
3.Mengajak umat muslim generasi muda menjadi Jama’ah Khairan Umah.(Surat Al Imran ayat.110)
4.Mendorong umat muslim menjadi Muslim yang kaffah.(surat Al Imran ayat. )
Bagaimana metode pengembangan kitab Al Fiyah dengan versi M.I.S.I.?
1.Syarah alfiyah atau penjelasan yang tadinya bahasa jawa disalin dengan bahasa Indonesia
sebab kondisi sekarang ini jarang sekali generasi muda yang mengerti betul bahasa jawa,
apalagi kalau ditulis dengan huruf arab..
2.Diberikan contoh contoh yang lengkap(detail) sesuai dengan Al Qur an atau Al Hadits.
3. Dijelaskan yang diperlukan saja,tergantung keperluan para santri,agar santri berpikir sendiri
serta mengamalkannya.
4.Santri bisa belajar sendiri tanpa tergantung kepada guru,sehingga santri bisa mengatur waktu
dan kemampuan dan kemauannya.
5.Gratis tanpa memerlukan biaya ,yang penting ada niat dan ketekunan.
6.Nadhom Alfiyah ditulis dng huruf tanpa harakat disertai no.Bait Al fiyah dan no.ayat M.I.S.I..
Bacaan ditulis dengan huruf romawi disertai no.halaman Alfiyah/no.bait M.I.S.I.
7.Bertawakal kepada Allah swt.
Motto:
Jangan menyerah sebelum mencoba!!!
Pelajaran ke- 0 ( Mukadimah )
Bait : (1 s/d 7 ) - Fasal: 0 (Ayat 1 s/d 7)
.
:2 / 01.Qala Muhammadun huwabnu maliki akhmadu rabiillaha khaira maliki
Ibnu Maliki telah berkata (memuji) kepada Allah swt.yang menguasi seluruh alam
sebagai satu satunya penguasa yang terbaik.
2/ 02.Mushaliyan ‘ala nabiyii musthafa wa alihil mustakmiliinal syarafa.
Selanjutnya Ibnu Maliki bershalawat atas Nabi .Saw. agar Allah memberikan kepadanya
rahmat yang agung ,mudah mudahan rahmat tersebut melimpah kepada keluarganya serta
umatnya agar bisa menjadi orang yang mulya dalam mencapai kesempurnaan iman kepada
Allah wt.
2/ 03.Wasta’inullaha fii alfiyatii muqashidu nahwi biha makhwiyah.
Dan Ibnu Maliki meminta pertolongan kepada Allah dalam membuat syair Alfiyah yang
jumlahnya seribu bait ini,yang berisi masalah masalah penting dalam ilmu nahwu.
|
2/ 04. Taqaribul aqshaa bi lafdhin mujazi watabsuthu badzla bi wa’din munjazi.
Alfiah ibnu malik ini mempermudah cara belajar bagi seseorang,apabila orang tersebut
benar benar mau berusaha dengan tekun dan percaya diri.
2/05. Wataqtadhii ridha bigairi sukhthin faiqata alfiyatabnu mu’thii
Ibnu maliki meminta ridha kepada pembaca apabila ada yang tidak sefaham, alfiah ini
mempunyai kemudahan yaitu cara belajarnya,dan lebih baik dari pada Alfiah ibnu Mu’thi.
2/ 06. Wahuwa bi sabqikhaizun tafdhiilaa mustaujibun tsananil jamiilaa
Walaupun demikian Ibnu malik tetap menghormati Alfiah ibnu Mu’thi.
2/ 07.Wallahu yaqdhii bihibaatilwafirah lii walahu fii darajatilakhirah.
Ibnu Maliki berdo’a mudah mudahan Allah memberikan kesempurnaan kepada dirinya
dan Ibnu Mu’thi, dalam menyusun Alfiyah ini,serta bermanfaat di akhirat nanti.
Ringkasan:
1.Ibnu Malik adalah seorang ulama nahwu yang semangatnya tinggi untuk mencoba merenovasi
system pembelajaran ilmu Al Qur an agar manusia bisa mencapai kesempurnaan iman kepada
Allah swt.
2.Ibnu Malik memperbaiki system pembelajaran nahwu Alfiyah Ibnu mu’thi(pendahulunya)
denganSystem pembelajaran nahwu Alfiyah Ibnu maliki.
3.Ibnu Maliki mengingatkan kepada para santri bahwa tujuan dari belajar kitab Alfiyah ini adalah
untuk memahami dan mengamalkan isi Al Qur an dan Al Hadist Nabi saw,sehingga iman kita
kepadaAllah swt. menjadi lebih sempurna.
4.Ibnu maliki memberitahu bahwa agar bisa mencapai hal tersebut diatas perlu adanya usaha yang
kuat untuk mempelajarinya,ketekunan(konsisten) yang tinggi,serta berdo’a kepada Allah Swt.
agar Allah swt membuka pintu rahmatnya kepada kita. Amin!!!
Pelajaran ke-1 (Susunan Kalimat )
Bait : (8 s/ d 14) - Fasal: 1 (Ayat 1 s/d 7 )
Alfiyah Page:3 / Bait 10-22
2/ 08.Kalaamunaa lafdhun mufidun kastaqim wa ismun wa fi’lun tsuma kharfunil kalim
Kalimat(Kata) terdiri tiga macam :
1. Kalimat isim (Kata benda)
1. Kalimat isim (Kata benda)
2. Kalimat fi’il (Kata kerja)
3. Kalimat hurfu.(Huruf)
2/ 09.waakhiduhu kalimatun wal qaulu ‘am wakilmatun biha kalamun qad yu am
Kalimatun =bentuk mufrad (tunggal)
Kalam =bentuk jama’ (lebih dari dua).
Kalimat dalam bahasa Arab,apabila dalam bahasa Indonesia Kata.
Jumlah dalam bahasa Arab,apabila dalam bahasa Indonesia Kalimat.
Kalam =bentuk jama’ (lebih dari dua).
Kalimat dalam bahasa Arab,apabila dalam bahasa Indonesia Kata.
Jumlah dalam bahasa Arab,apabila dalam bahasa Indonesia Kalimat.
3/10.bijari wa tanwini wanidaa wa al wa musnadin lilismi tamyizun khashal
Tanda kalimat isim ada lima :
1.Mempunyai I’rab jer.(بزيد )
2.I’rab tanwin.( بزيد )
3.Mengandung huruf nida ( ya ayu hannas) ياايهااناس
4. Mempunyai AL ma’rifat ( الحمد )
5.Menjadi musnad ilaihi.artinya menjadi mubtada atau Fa'il.
Zaidun qaaimun abuhu (زيد قام ابه ) Jumlah Isimiyah.
Dhoraba zaidun ( ضرب زيد ) Jumlah Fi'iliyah
Zaidun qaaimun abuhu (زيد قام ابه ) Jumlah Isimiyah.
Dhoraba zaidun ( ضرب زيد ) Jumlah Fi'iliyah
3/ 11.bitafa’alta wa atat wa yaa if’alii wanuuni aqbilanna fi’lun yanjalii
Tanda kalimat fi’il adalah :
1.Mempunyai Ta fail.Contoh ( فعلت ) fa'altu
2.Mempunyai Ta ta’nits sakinah. Contoh ( فعلت ) fa'alat
2.Mempunyai Ta ta’nits sakinah. Contoh ( فعلت ) fa'alat
3.Mempunyai ya muanats mukhatab.Contoh( )
4.Mempunyai nun tauhid. ( . )
5.dll.
3/ 12.siwahumaa alkharfu kahal wa fii walam fi’lun mudhari’unyalii lam kayasyam
Selain kalimat isim dan kalimat fi’il ada juga kalimat huruf.
Contoh : Li;Bi,Fi dll.
Contoh : Li;Bi,Fi dll.
3/13. wa maadhii al af’ali bi tamiz wasim binnuuni fi’la amri in amrun fihum
Apabila ada kalimat fi’il mengandung Ta fa’il atau Ta ta’nis sakinah maka fi’il
tersebut pasti Fi’il madhi (masa lampau) contoh;
tersebut pasti Fi’il madhi (masa lampau) contoh;
Apabila ada kalimat fi’il yang mengandung nun tauhid dan menunjukan perintah
binafsihi maka fi’il tersebut pasti fi’il amr.(perintah) contoh : .
binafsihi maka fi’il tersebut pasti fi’il amr.(perintah) contoh : .
Apabila ada kalimat fi’il yang tidak bertemu nun tauhid tetapi mempunyai ma’na
perintah binafsihi maka tidak boleh disebut fiil amr.(kecuali seperti bait-14).
perintah binafsihi maka tidak boleh disebut fiil amr.(kecuali seperti bait-14).
3/14.wal amru in lamyaku linnuuni makhal fihi huwa ismun nahwu shah wa khayahal
Apabila ada fi’il tidak bertemu dengan nun tauhid tetapi mempunyai pengertian amar
binafsihi maka fi’il tersebut fi’il amar.
Contoh;
binafsihi maka fi’il tersebut fi’il amar.
Contoh;
Ringkasan
1. Al Qur an ditulis dalam bahasa Arab terdiri dari :
A. Jumlah Isimiyah (Kalimat berita) Contoh : Surat Al Fatihah ayat.1.
B. Jumlah Fi’iliyah (Kalimat Aktif ) Contoh : Surat Al baqarah ayat.7.
B. Jumlah Fi’iliyah (Kalimat Aktif ) Contoh : Surat Al baqarah ayat.7.
2. Kalimat dalam bahasa Arab = Kata dalam bahasa Indnesia.
Jumlah dalam bahasa Arab = Kalimat dalam bahasa Indnesia.
3 . Dalam bahasa Arab kalimat ada tiga macam :
1. Kalimat isim = Kata benda.
2. Kalimat Fi’il = Kata kerja
3. Kalimat huruf =Huruf.
2. Kalimat Fi’il = Kata kerja
3. Kalimat huruf =Huruf.
4. Dalam bahasa Arab Jumlah ada dua macam
: 1.Jumlah Isimiyah susunannya: Kalimat Isim + Kalimat Isim.
: 1.Jumlah Isimiyah susunannya: Kalimat Isim + Kalimat Isim.
2.Jumlah Fi’iliyah susunannya : Kalimat Fi’’il + Kalimat Isim.
5. Kalimat Fi’il menurut waktu ada 3 macam :
1. Fi’il Madhi =Masa lampau
2. Fi’il Mudharik =Masa sekarang/yang akan datang.
2. Fi’il Mudharik =Masa sekarang/yang akan datang.
3. Fi’il Amr=kalimat perintah
6.Ikhtisar:
Al Qur an.
Jumlah Isimiyah Jumlah Fi’iliyah
Kalimat Isim + Kalimat Isim Kalimat Fi’il + Kalimat Isim
7.Latihan : Carilah jumlah isimiyah dan jumlah fi’iliyah serta jelaskan semampunya.!
Pelajaran ke-2 (Mu’rab wal Mabni )
Bait : (15 s/d 51) - Fasal: 2 (Ayat 1 s/d 34 )
Alfiyah Page: 4(5)/Bait 23-37(38-51)
3/15. wal ismu minhu mu’rabun wa mabni lisyabatin minallkhurufi mudniii
Kalimat Isim mu’rab yaitu bacaan huruf akhirnya berubah ubah tergantung kepada fungsinya .
Kalimat Isim mabni yaitu bacaan huruf akhirnya tidak berubah ubah(tetap) disebabkan adanya
persamaan dengan kalimat huruf yang disebut sibih mudnii.
persamaan dengan kalimat huruf yang disebut sibih mudnii.
3/16. Ka alsyabahil wadh’ii fiismaji tanaa wal ma’nawii fii mataa wa fii hunaa
Kalimat Isim Mabni :
1.Isim Dhomir : Huwa, ka,dll.
2.Isim Isyarah : Hadza,: dzalika,dll.
3.Isim istifham(pertanyaan) :Maa, A, Kaifa,dll.
3/17.wakinayaabatin ‘anil fi’li bilaa taa atsurin wakafiqtaarin ushilaa
Shibih niyabah adalah isim Fi’il yaitu kalimat isim sebagai penggant fi’il tetapi tidak boleh
menjadi ma’mul ‘amil.(contoh: inna pengganti dari )
Shibih iftiqar adalah isim maushul yaitu kalimat huruf sebagai penyambung kalimat
sesudanya dan tidak boleh dipisahkan.(contoh: |:aladzii, man, an dll).
3/18 mu’rabul asmaai maa qad salimaa min syabahil kharfi kardhin wa sumaa
Kalimat isim yang tidak menyerupai kalimat huruf pasti mu’rab
.(bacaan huruf akhirnya berubah).
Contoh :ardhu, syamsu,dll.
3/19. wa fi’lu amrin wa mudhiyin buniyaa wa a’rabuu mudhari’an in ‘ariyaa
Fi’il Amr dan Fi’il Madhi pasti Mabni(bina’).
Fi’il Amr bina’ Jazm mengikuti seperti keadaan fi’il mudhorik bina’ Jazm
(sukun;menghilangkan nun;menghilangkan huruf ilat)
Contoh :
Lam yadhrib maka fi’il amr nya idhrib
Lam yadhribaa maka fi’il amr nya idhribaa
Lam yagzu maka fi’il amr nya ? ugzu
Fi’il Madhi pasti bina’ fathah (contoh : Mdharaba),kecuali apabila bertemuwawu jama’
(contoh : dharabu )atau dhomir mutakharik.( dharabnaa;dharabta).
Fi’il mudhorik pasti mu’rab.kecuali apabila bertemu dengan nun tauhid mubasyir,
(contoh : yadhribanna ) atau nun jama’ niswah(contoh yadhribna; tadhribna),
maka menjadi mabni fatah.
3/20. min nuuni taukidin mubasyirin wa min nuuni inaatsin kayaru ‘an man futin
Apabila nun tauhid bukan mubasyir (dhomir alif tasniyah;wawu jama’; yaa muanats mukhatab)
maka I’rabnya nun muqadarah.(contoh : yadhribunna asalnya yadhribuu na nna selanjutnya
nun yang awal dibuang dan wawu nya juga dibuang).
maka I’rabnya nun muqadarah.(contoh : yadhribunna asalnya yadhribuu na nna selanjutnya
nun yang awal dibuang dan wawu nya juga dibuang).
3/21.wa kulu kharfin mustakhikun lilbinaa wal ashlu fil mabnii an yusakana
Kalimat huruf pasti mabni.(bacaan huruf akhirnya tidak berubah).
3/ 22.wa minhu dzu fatkhi wa dzu kasrin wadham ka aina amsi khaitsu wasakinu kam
Ada 4 macam mabni :
1. Mabni sukun (contoh: idhrib)
2.Mabni fatah (contoh: dharaba)
3.Mabni kasrah. (contoh :
4.mabni dhomah.(contoh: nimundzu)
4/23. wa raf’awa nasbaaj’alan I’raba li ismin wa fi’li nahwu lan ahabaa
I’rab rafa’ dan nashab bisa dipakai untuk kalimat isim dan kalimat fi’il.
Contoh : zaidun yadhrubu; yadhriba amrun )
4/ 24. wa ismu qad khushisha bil jari kama qad khushishal fi’lu bian yakhzamaa
I’rab jer khusus untuk kalimat isim. I’ jazm khusus untuk kalimat fi’il.
4/ 25.farfa’ bidhmin wanshiban fatkhan wa jur kasran kadzikru llahi abdahu yasurin
Tanda I’rab asli ada 4 macam :
Rafa’=dhomah Nashab =Fathah Jer =Kasrah jazm=sukun.
Rafa’=dhomah Nashab =Fathah Jer =Kasrah jazm=sukun.
4/26.wajzimbitaskin wa ghairu ma dzukir yanuubu nahwujaa akhuu bani namir
I’rab niyabah ada 6 macam :
1. wawu;
2. alif;
3. yaa;
4. nun;
5. menghilangkan nun;
6. menghilangkan huruf‘ilat (‘irab asli +’irab niyabah =10 I’rab lafdhi).
1. wawu;
2. alif;
3. yaa;
4. nun;
5. menghilangkan nun;
6. menghilangkan huruf‘ilat (‘irab asli +’irab niyabah =10 I’rab lafdhi).
4/27.farfa’ biwawin wanshibanaa bilalif wa ajrur bi ya I maa minal asmaa ashif
Asma sitah :
tingkat rafa tandanya wawu;
tingkat nashab tandanya Alif ;
tingkat jer tandanya ya.(I’rab itmam).
tingkat rafa tandanya wawu;
tingkat nashab tandanya Alif ;
tingkat jer tandanya ya.(I’rab itmam).
4/ 28.min dzaka dzu in shukhbahtan abanaa wal famu khaitsul mim minhu baanaa
Asma sitah :
dzu(shahih); fu; abun; akhun; khamun; hanu.
dzu(shahih); fu; abun; akhun; khamun; hanu.
4/29 abun akhun khamun kadzaka wahanu wanaqshu fii hadzal akhiri akhsanu
Lafad hanu lebih baik memakai I’rab naqash dari pada I’rab itmam.
I’rab naqash yaitu tingkat rafa dhamah;tingkat nashab fathah;tingkat jeer kasrah
.(sama seperti isim mufrad) contoh : hadza hanu zaidin.
.(sama seperti isim mufrad) contoh : hadza hanu zaidin.
4/ 30. Wa fi abin wa taliyaihi yandzuru waqashruhaa min naqshinaa asyharu
Lafad abun;akhun;khamun; ada juga yang memakai I’rab naqas,tetapi jarang.
Lafad abun;akhun;khamun;adajuga yang memakai I’rab qashar dan lebih banyak
dibandingkan dengan I’rab naqash.
Lafad abun;akhun;khamun; ada juga yang memakai I’rab naqas,tetapi jarang.
Lafad abun;akhun;khamun;adajuga yang memakai I’rab qashar dan lebih banyak
dibandingkan dengan I’rab naqash.
I’rab qashar yaitu : Apabila rafa tandanya dhomah muqadarah alif;
Apabila nashab tandanya Fathah muqadarah alif;
Apabila jer tandanya kasrah muqadarah alif.sama dengan I’rab isim maqshur.
Contoh :inna abbaa haa wa abaa abba haa
Apabila nashab tandanya Fathah muqadarah alif;
Apabila jer tandanya kasrah muqadarah alif.sama dengan I’rab isim maqshur.
Contoh :inna abbaa haa wa abaa abba haa
4/ 31.wa syartu dzal I’rabian yudhafnaala lilyaa kajaa akhu abiika dza’tilaa
Asma sitah boleh memakai I’rab itmam dengan syarat harus mudhaf dan mudhaf ilaihi nya
bukan yaa mutakalim.
Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka harus I’rab naqash.
bukan yaa mutakalim.
Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka harus I’rab naqash.
4/32. bil alifi arfa’Ilmutsana wakila idzaa bimudhmarin mudhaafa wa shila
Apabila ada isim tatsniyah mempunyai tingkat rafa maka memakai I’rab Alif
(contoh: Jaa almuslimaa ni.)
Apabila ada lafad kilaa mudhaf kepada dhomir,ketika tingkat rafa memamaki I’rab alif
(contoh :Jaa a alzaidaani kilaa humaa)
pada Alif.(contoh : jaa a nii kilaa zaidai ni)
4/33. kilta kdzaka asnaani wasnatani kabnaini wabnataini yajriyaani
Lafad kilta hukumya sama dengan kila.
Rafa tandanya I’rab alif jika mudhaf kepada isim dhamir.( Jaa atil mar atani kita humaa.)
Tetapi jika mudhaf kepada isim dhahir rafa tandanya dhamah muqadarah alif.
Tetapi jika mudhaf kepada isim dhahir rafa tandanya dhamah muqadarah alif.
Contoh :( Jaa atnii kilta al mar ataini)
4/34. watakhlufulya fii jami’ihal alif jaraan wa nashban ba’da fatkhin qad ulif.
Apabila ada isim tatsniyah tingkat nashab atau jer maka memakai I’rab ya.
(contoh : ra aitu alzaidaini kaliihimaa; marar tu bil marataini kiltaihimaa).
(contoh : ra aitu alzaidaini kaliihimaa; marar tu bil marataini kiltaihimaa).
4/ 35.warfa’ bi wawin wa biyaa ajrur wa an shibi salima jam’i ‘amirin wa mudznibii
Apabila ada jama’ mudzakar salim tingkat rafa’ maka memakai I’rab wawu
dan apabila tingkat nashab atau jer memakai I’rab ya.
dan apabila tingkat nashab atau jer memakai I’rab ya.
Yang dinamakan jama’ mudzakar salim ialah kalimat isim yang jumlahnya banyak
(lebih dari dua) dan harus berupa isim : 1.isim ‘alam 2.isim sifat
.(I.Fa’il;I.ma’mul;amshilatil mubalaghah; sifat musyabahat;I.tafdhil)
(lebih dari dua) dan harus berupa isim : 1.isim ‘alam 2.isim sifat
.(I.Fa’il;I.ma’mul;amshilatil mubalaghah; sifat musyabahat;I.tafdhil)
Kalau bukan isim alam atau isim sifat tidak boleh dijama’kan memakai
jama’ mudzakar salim.
jama’ mudzakar salim.
4/ 36.wa syibhi dzini wa bihi ‘isruna wa ba buhu ulkhiqa wa ahluunaa
Angka 20,30,40……….90 I’rabnya termasuk jama’mudzakar salim,tetapi
menurut hukumnya termasuk jama’taksir.
menurut hukumnya termasuk jama’taksir.
4/37.ulul wa ‘aalamuunaa ‘iliyuunaa wa aradhuna syadza wal sinunaa
Keterangan sama bait 36.(lafad wa sinunaa wa baba ialah kalimat yang terdiri
dari tiga huruf yang huruf akhirnya dibuang,diganti dengan Ya ta’nits
(‘idhiyna ;tsubiyna)
dari tiga huruf yang huruf akhirnya dibuang,diganti dengan Ya ta’nits
(‘idhiyna ;tsubiyna)
5/ 38. wa baa buhu wa mislakhina qad yarid dzal baabu wahwa ‘inda qaum in yatharid
Kadang kadang di kalangan orang arab jama’ mudzakar salim juga menggunakan
I’rab : rafa=dhamah Nashab = fathah jer =kasrah
I’rab : rafa=dhamah Nashab = fathah jer =kasrah
5/ 39. wanun majmuu’in wa maa bihil takhaq faaftakh wa qala man bikasrihi nathaq
Apabila ada isim jama’ mudzakar salim atau isim yang dianggap sama dengannya
maka nun nya dibaca fathah.
maka nun nya dibaca fathah.
Apabila ada isim tatsniyah atau isim yang dianggap sama dengannya maka nun nya
dibaca kasrah
dibaca kasrah
5/ 40. wa nuunu maa tsuniya wa almulkhaqi bihi bi’aksi dzaka asta’imuluhu faan tahu
Apabila ada isim tatsniyah atau isim yang dianggap sama dengannya maka nun nya
dibaca kasrah
dibaca kasrah
5/41. wa maa bitaa wa alfin qad jumi’aa yuksaru fil khari wa fi nashbi ma’a
Apabila ada isim jama’muanats salim ketika tingkat nashab dan jer,maka menggunakan
Apabila ada isim jama’muanats salim ketika tingkat nashab dan jer,maka menggunakan
I’rab kasrah.(contoh :ra aitu muslimati;marar tu bi muslimati) dan kalau rafa I’rab dhamah.
5/42. kadza uulaatu wa ldzii asmaa qad ju’ilaa ka adzri ‘aati fihi dza aidha qubil
Lafad uulaatu yang mempunyai arti shahibah hukumnya sama dengan jama’ muanats salim.
5/43. wajurabaa bilfatkhati yansharif maa lam yudhaff auyaku ba’da al radif
Apabila ada isim gairu munsharif ketika tingkat jer menggunakan tanda fathah.
Contoh : marartu bi akhmad.
Contoh : marartu bi akhmad.
Apabila ada isim gairu munsharif mengandung Al atau mudhaf makaketika tingkat jer
menggunakan tanda kasrah.
Contoh :fii akhsani taqwim.
5/ 44. waj'al linakhwi yaf’alani nunaa raf’aa wa tad’inaatas’aluunaa
menggunakan tanda kasrah.
Contoh :fii akhsani taqwim.
5/ 44. waj'al linakhwi yaf’alani nunaa raf’aa wa tad’inaatas’aluunaa
Apabila fi’il mudharik isnad kepada dhomir alif tatsniyah atau dhamir wawu jama’
atau dhamir muanats mukhatab ketika tingkat rafa maka menggunakan tanda nun.
atau dhamir muanats mukhatab ketika tingkat rafa maka menggunakan tanda nun.
Fi’il mudharik yang seperti ini disebut Al amtsilatul tsalatsah.( Af’al khomsah)
contoh: yadhribaa ni yadhribuuna tadhribiina
5/45. wakhad fuhaal liljazmi wa nashbi simah kalam takuu nii litaruu mii madl lamat
Apabila ada af’al khomsah ketika tingkat Jazm atau nashab maka memakai tanda
menghilangkan nun. Contoh :fa in taf’alu wa lan taf’alu.
menghilangkan nun. Contoh :fa in taf’alu wa lan taf’alu.
5/ 46. wasami mu’talan minal asmai maa kal musthafa wal murtaqi makarimaa
Isim mu’tal ada dua : 1.Mu’tal Ya (contoh :Al murtaqi )
2.Mu’tal Alif (contoh: Al musthafa).
5/47. falawalu li I’rabu fihi qudaraa jami’uhu wahuwa ladzii qad qushiraa
Apabila ada isim mu’tal alif pasti memakai I’rab muqadarah(dikira-kirakan)
karena alif nya bukan menjelaskan harakat maka tidak bisa diakhirkan
.Contoh : Jaa a al musthafaa
karena alif nya bukan menjelaskan harakat maka tidak bisa diakhirkan
.Contoh : Jaa a al musthafaa
Isim mu’tal alif disebut isim maqshur
Isim muqtal ya disebut isim manquush,yaitu ketika rafa memakai
I’rab dhomah muqadarah dan ketika nashab memakai
I’rab fathah dhohirah dan ketika jer I’rab kasrah muqadarah.
I’rab dhomah muqadarah dan ketika nashab memakai
I’rab fathah dhohirah dan ketika jer I’rab kasrah muqadarah.
Contoh : jaa a al qaadhi ; ra ai tu al qaadha;marar tu bi alqaadhi.
5/48.watsani manqushun wanashbuhu dlahar waraf’uhu yunwiya kadza aidhan yujar
Sama dengan keterangan bait 46.
5/49. wa ayun fi’li akhirun minhu alif au wawun au yaun fama’tala ‘urif
Lafad ayun adalah isim syarat,dan harus mempunyai fi’il syarat
(wa ayun fi,li akhirun mihu) Apabila fi’il mudhorik huruf akhir (lam fi’il)
alif,wawu,ya, maka dinamakan fi’il mu’tal.
alif,wawu,ya, maka dinamakan fi’il mu’tal.
Contoh : yakhsyaa ;yarmii;yad’uu.
5/ 50. fal alifan wi fihi gaira aljazmi wa abdi nashba maa kayad ‘uu yarmii
Fi’il mudharik mu’tal alif ketika rafa dan nashab pasti kharakat
muqadarah(diperkirakan) Contoh : yakhsya zaidun;lan yakhsyaa .
Fi’il mudhorik mu’tal wawu atau mu’tal ya ketika nashab maka I’rab fathah dhahirah.
muqadarah(diperkirakan) Contoh : yakhsya zaidun;lan yakhsyaa .
Fi’il mudhorik mu’tal wawu atau mu’tal ya ketika nashab maka I’rab fathah dhahirah.
Contoh : lan yad’uwa;lan yarmiya.
5/ 51. wa raf’a fiihimaanwi wa akhdzif jazmaa tsalatsahunna taqdhi khqman lazmaa
Apabila ada fi’il mudhorik mu’tal wawu atau ya ketika tingkat rafa’ pasti memakai
Dhomah muqadarah.contoh :yad’u zaidun ;yarmii zaidun.
(Wa akhdzif ) Apabila ada fi’il mudhorik mu’tal akhir ketika tingkat jazm maka
menggunakan I’rab membuang huruf ilat. Contoh : Lam yahsyaa: lam yarmii;
lam yad’u.
lam yad’u.
Ringkasan
Kalimat mabni sibih mudni Sibih wad’i ( Isim dhomir )
Sibih Ma’nawi(I.Istifham;I.Isyarah,I Syarat)
Sibih Niyabah (Isim fi’il)
Sibih Niyabah (Isim fi’il)
Sibih Iqtiqar .(Isim Maushul);huruf jer.
Bina’ Bina’ Jazm (fi’il Amr)
Bina’ Fathah ( fi’il madhi yg tdk bertemu dng wawu jamak atau
dhomir mutakharik)
dhomir mutakharik)
Mabni Fathah (Fi’il mudharek bertemu nun tauhid dan nun jama’niswah)
Kalimat mu’rab Isim ‘alam;dan Isim Asmaul sitah.(af’al khamsah).
Fi’il Mudhorek(tidak bertemu nun tauhid dan nun jama’ niswah
1.Tingkatan I’rab(rafa’,nashab,jer,jazm).
2.Tanda I’rab (I’rab asli;I’rab niyabah)
3.I’rab naqas;I’rab itmami’rab;I’rab qoshor.
4.I’rab isim tatsniyah,jama’ mudzakar salim,jama’ muanats salim.
Latihan :
1.Bacalah dengan baik ayat ayat dibawah ini, sesuaikan dengan pelajaran Tajwid(Kitab pedoman-1) yang sudah dipelajari.
2. Pelajari pengertian ayat ayat dibawah ini,sesuaikan dengan pelajaran Nahwu (Kitab pedoman-2) yang sudah dipelajari.
Pelajaran ke-3 (Isim Ma’rifat & Nakirah )
Bait : (52 s/d 71) - Fasal: 3 (Ayat 1 s/d 20 )
AlfiyahPage: 6/ Bait -52-66 Isi
6/ 52. Nakirun qaabilu al muuatsiraa au waa mauqi’a maa qad zakiraa.
Isim nakirah berarti umum bisa menerima AL ma’rifat ( )
Contoh: Baqaratun(Nakirah) Al Baqarah (Ma’rifat).
Contoh: Baqaratun(Nakirah) Al Baqarah (Ma’rifat).
6/53. wa goiruhu ma’rifatun kaham wadzii wahinda wabnii walgulami waladzii
Isim ma’rifat ialah isim yang mempunyai arti jelas ada 6 macam :
1.Isim dhomir(kata ganti)
2.Isyarah(kata tunjuk)
3.Isim ‘alam.
4.Isim mudhof kpd isim ma’rifat
5.Isim yang terdapat AL ( ) ma’rifat
6.Isim Maushul.(kata sambung)
6/ 54. Famaa dzigoibatin aukhudhuuri ka anta wahwasammi bidhomiiri.
Isim Dhomir (kataganti) ada tiga macam yaitu:
Mutakalim adalah pembicara;Mukhatab adalah pendengar; Ghoib adalah bisapembicara/
bisa pendengar.
bisa pendengar.
/55. wadzutisholi minhu laa yubtadaa wala yalii illa khtiyaran abadaa.
Isim Dhomir mutashil tidak boleh terletak didepankalimat /sesudah Illa .
6/56. kalyai wal kafi minibnii akramak wal yai walhaa min saliihi maa malak.
Isim Dhomir Munfashil boleh terletak di depankalimat/sesudah illa.
6/57. Wakullu mudhmarin lahubinaa yajib walafdhu maa jurra kalfdhi maa nushib.
Isim Dhomir mutashil makhal jer = dhomir mutashil makhal nasab(yang dimaksud
adalah dhomir munfashil tidak ada yang makhal jer.)
adalah dhomir munfashil tidak ada yang makhal jer.)
Contoh :Lahu ;Dharabtuhu; lahum; annahum(kadang kadang Ha dibaca kasrah
karena munashabah dengan kasrah atau ya sebelumnya) contoh: bihi; ’alaihi.
Apabila ada dhomir pasti mabni sebab mempunyai shibih mudni yang disebut
Apabila ada dhomir pasti mabni sebab mempunyai shibih mudni yang disebut
shibih wadh’i.
6/58.li raf’i wa nashbi wajarrin naa shalah ka’rif binaa fa innanaa nilnaal minakh
Isim Dhomir Naa( ) adalah mutashil bisa menjadi mahal ( rafa’;nasab;jer.)
Dhomir Hum bisa mahal rafa(munfashil) dan bisa mahal nashab atau jer(mutashil)
Contoh : hum qaaimun(rafa) ;raaituhum(nashab); ’Alai him.(Jer)
Isim Dhomir Naa( ) adalah mutashil bisa menjadi mahal ( rafa’;nasab;jer.)
Dhomir Hum bisa mahal rafa(munfashil) dan bisa mahal nashab atau jer(mutashil)
Contoh : hum qaaimun(rafa) ;raaituhum(nashab); ’Alai him.(Jer)
Dhomir Ya bisa mahal rafa,bisa mahal nahab,bisa mahal jer.
contoh: idzribii (rafa);lii (nashab);bii(Jer)
Bila mahal rafa mempunyai arti mufrad muanats mukhatab,apabila nashab atau
Jer mempunyai arti mutakalim.
6/ 59. wa alifun wal wawu wal nnuunu lima gobaa wa gairihi kaqaama wa’lamaa.
Isim Dhomir ( ) alif;wawu;nun mempunyai arti Ghoib/mukhatab(pendengar).
Selain (alif,wawu,nun) tidak ada yang berarti ghoib/mukhatab. Contoh : ( )
berarti ghoib ; ( ) berarti mukhatab.
berarti ghoib ; ( ) berarti mukhatab.
6/60. Wa min dhomiiri raf’I maa yastatiru kaf’al uwafiq naqtabidh idz tasykiru.
Isim Dhomir ada dua jenis menurut tulisannya : Bariz(ditulis) dan mustatir(tidak ditulis)
. Dhomir mustatir pasti mempunyai makhal rafa (naibul fa’il,atau fa’il ) .
Isim Dhomir ada dua jenis menurut tulisannya : Bariz(ditulis) dan mustatir(tidak ditulis)
. Dhomir mustatir pasti mempunyai makhal rafa (naibul fa’il,atau fa’il ) .
Contoh: Dhomir mustatir jawaz (dhomir waqi’ ghoib) –( )
Dhomir mustatir jawaz (dhomir waqi’ mukhatab)-( )
Dhomir mustatir jawaz (dhomir waqi’ mukhatab)-( )
6/61. Wa dzurtifa’in wanfisholin anaa huu wa anta wal furu’u laa tastabihu.
Isim Dhomir munfashil makhal rafa’(Anaa=orang pertama Huwa= orang ketiga
Antaa=orang kedua) ( ) dan cabangnya.
6/62. wadzun tishabi finfishaali ju’ilaa ayyaaya wattafrii’u laisa muskilaa.
Isim Dhomir munfashil mahal nashab( ) dan cabangnya.
6/ 63. wa fikhtyaarin laayajii’ul munfashilu
Isim Dhomir Mutashil lebih utama dar idza taatta an yajiial mutashil.
Isim Dhomir munfashil.
Isim Dhomir munfashil.
Apabila bisa memakai dhomir mutashil maka tidak boleh memakai dhomir
munfashil
munfashil
6/ 64/65. Wa shil wafshil haashalniihi wa maa asybahahu fi kuntuhu bikhulfu natimaa
Kadzaka khiltaniihi wattishalaa akhtaru goirii ikhtaral infishala.
Apabila ‘amil mempunyai ma’mul dua berupa dhomir kedua duanya,sedangkan dhomir
yang pertama mempunyai kema’rifatan yang lebih kuat dibanding ma’mul kedua,maka
dhomir yang kedua bisa dibuat mutashil dan juga bisa dibuat munfashil,tetapi yang baik
adalah mutashil.
yang pertama mempunyai kema’rifatan yang lebih kuat dibanding ma’mul kedua,maka
dhomir yang kedua bisa dibuat mutashil dan juga bisa dibuat munfashil,tetapi yang baik
adalah mutashil.
6/ 66. waqadimil akhasshsha fi tishshali waqaddiman maa sita finfishal.
Apabila ada dhomir mutashil dua,maka yang harus didahulukan adalah dhomir yang akhas,
dengan syarat dhomir tersebut mahal nashab.Apabila dhomir yang satu,mahal rafa’ maka
boleh mendahulukan ghoiru akhas.Apabila dhomir yang satu mutashil dan yang lain
munfashil maka boleh mendahulukan yang akhas atau yang ghoiru akhas.
Contoh : Al qaumu dharabuu ka (wawu rafa menjadi fail waqi’ ghoib).
Dhamir yang paling akhas ialah mutakalim,mukhathab,ghaib.
dengan syarat dhomir tersebut mahal nashab.Apabila dhomir yang satu,mahal rafa’ maka
boleh mendahulukan ghoiru akhas.Apabila dhomir yang satu mutashil dan yang lain
munfashil maka boleh mendahulukan yang akhas atau yang ghoiru akhas.
Contoh : Al qaumu dharabuu ka (wawu rafa menjadi fail waqi’ ghoib).
Dhamir yang paling akhas ialah mutakalim,mukhathab,ghaib.
Apabila ada dhomir mutashil dan munfashil berkumpul maka boleh mendahulukan akhas
atau mendahulukan ghairu akhas.
atau mendahulukan ghairu akhas.
Contoh : a’thaituka iyaahu atau a’thaihu iyaaka
7/ 67.wa fi tikhadil rutbatil zam fadhlaa waqad yubbikhul gaibu fiihi washlaa.
Apabila ada ma’mul mempunyai dua dhomir yang tingkat( ghoib,mukhatab,mutakalim)
sama,maka salah satunya harus dibuat munfashil.
Contoh : a’thaituhu iyaahu tidak boleh dikatakan a’thaituhuhu
7/68.wa qabla ya nafsi ma’al fi’lil tuzim nuunu wiqayatin walaisii qad nudhim
Apabila ada fi’il bertemu dhomir ya mutakalim,maka sebelum ya harus dijumpai nun
wiqayah Nun wiqayah gunanya untuk menjaga jangan sampai fi’il dibaca kasrah
7/69/70 Walaitanii fasyaa wa laitii nadaraa wa ma’ la’ala’kis lakun mukhayara.
Apabila ada fi’il bertemu dhomir ya mutakalim,maka sebelum ya harus dijumpai nun
wiqayah Nun wiqayah gunanya untuk menjaga jangan sampai fi’il dibaca kasrah
7/69/70 Walaitanii fasyaa wa laitii nadaraa wa ma’ la’ala’kis lakun mukhayara.
Fil baqiyati wadhtiraran khafafaa minii wa ‘anii ba’dhu manqad salafa.
Apabila ada laita bertemu dengan ya mutakalim maka harus memakai nun wiqayah.
Apabila ada la’ala bertemu denga ya mutakalim maka tidak memakai nun wiqayah.
Apabila ada huruf nawasiq selain laita dan la’ala ketika bertemu Ya mutakalim maka
bisa memakai nun wiqayah atau tidak memakai nun wiqayah.
Apabila ada la’ala bertemu denga ya mutakalim maka tidak memakai nun wiqayah.
Apabila ada huruf nawasiq selain laita dan la’ala ketika bertemu Ya mutakalim maka
bisa memakai nun wiqayah atau tidak memakai nun wiqayah.
Apabila ada huruf jer Min dan ‘an bertemu dengan ya mukatakalim maka harus memakai
nun wiqayah.
nun wiqayah.
7/ 71. wa fi ladunii ladunii qaala wa fii qadnii waqadniil khadfu aidhan qad yafiii.
Apabila ada lafad ladun bertemu dengan ya mutakalim kebanyakan memakai nun wiqayah.
Apabila ada lafad qad atau qath bertemu dengan ya mutakalim maka memaka nun wiqayah.
Apabila ada lafad ladun bertemu dengan ya mutakalim kebanyakan memakai nun wiqayah.
Apabila ada lafad qad atau qath bertemu dengan ya mutakalim maka memaka nun wiqayah.
Ringkasan
Isim (Kata benda )
Isim Nakirah (umum) Isim Ma’rifat (tertentu)
1.Isim dhomir(kata ganti)
1.Bariz (ditulis) 2. Mustatir (tidak ditulis)
Mutakalim Mukhathab. Mutakalim Mukhathab
Gaib
Pelajaran ke-4 (Isim ‘alam )
Page/ Bait : (72 s/d 81 ) - Fasal: 4 (Ayat 1 s/d 10 ) Page Alfiyah : 7 Bait : 67- 80
7/ 72/73. Ismun yu’ayinul musamma muthlaqa ‘alamhu ka ja’fari wakhirniqaa.
wa qarasi wa ‘adanin wa laa khiqi wasyadz qamin wahailatin wawasiqi
Isim ‘alam ialah kata benda yang nyata tidak memerlukan qayid : sepert kursi ,meja,
nama kota, nama orang dll.Isim Ma’rifat selain isim ‘alam pasti memakai qayid
contoh : Fauzan,Jakarta,Indonesia dll.
Isim ‘alam ialah kata benda yang nyata tidak memerlukan qayid : sepert kursi ,meja,
nama kota, nama orang dll.Isim Ma’rifat selain isim ‘alam pasti memakai qayid
contoh : Fauzan,Jakarta,Indonesia dll.
1.Isim dhamir memakai qayid ghaibah(pendengar atau pembicara).
2.Isim maushul memakai qayid shilah.
3.Isim Isyarah memakai qayid petunjuk.
4.Isim kepanjingan Al memakai qayid Al.
5. Isim mudhof kepada isim ma’rifat memakai qayid idhofah.
7/ 74 Wasman ataa wakunyatan walaqabaa waakhiran dzaa in siwahu shakhibaa
. Isim ‘alam ada 3 macam :
1.’Alam asma.(Zaidun,Amrun dll)
2.’Alam laqab.(Zaenal arifin, Zainal abiding).
3.’Alam kunyah ( Abu bakar,Umi kalsum).
7/75. wa inyakuunaadhi mufradaini faadhif khatman wa illa atubi’iladzi radif.
Apabila ada ‘alam asma dan ‘alam laqab berkumpul, sedangkan kedua duanya
sama mufradnya dan tidak menjadi rangkaian idhofah maka maka wajib memudhofkan
sama mufradnya dan tidak menjadi rangkaian idhofah maka maka wajib memudhofkan
‘alam asma kepada ‘alam laqab.Contoh :Jaa a sa’idun kurzi
Apabila ada ‘alam asma dan ‘alam laqab berkumpul,sedangkan kedua duanya tidak sama
mufradnya,maka wajib mengikutkan alam laqab kepada ‘alam asma yang menjadi badal
atau athaf bayan.Contoh : Jaa a abdullahi kurzun. Jaa a abdullahi zainul ‘abidina.
mufradnya,maka wajib mengikutkan alam laqab kepada ‘alam asma yang menjadi badal
atau athaf bayan.Contoh : Jaa a abdullahi kurzun. Jaa a abdullahi zainul ‘abidina.
7/76. waminhu man quulu kafadhlin wa asad wa dhurtijaalin kasu’aada wa udad.
7/77. Wa jumlatun wa maa bimazjin rukkibaa dza in bigairi waihintamma ‘urbaa
Isim ‘alam ada 2 jenis :
‘Alam manquul yaitu ‘alam yang sebelumnya sudah menjadi sigot yang lain.
Contoh : Asadun wa fadhlun.(sebelum menjadi ‘alam menjadi isim jenis).
Contoh : Asadun wa fadhlun.(sebelum menjadi ‘alam menjadi isim jenis).
‘Alam murtajal yaitu ‘alam yang sebelumnya tidak menjadi sigot yang
Contoh : udadu wasu’aada.
Contoh : udadu wasu’aada.
‘Alam manqul ‘anil jumlah contoh : Bariqa makhruhu (bersinar lehernya seseorang)
hukumnya mu’rab tetapi memakai I’rab hikayat(tanda harkatnya dikira kirakan
disebabkan hikayat (mencontoh harakat sebelum menjadi isim ‘alam.)
hukumnya mu’rab tetapi memakai I’rab hikayat(tanda harkatnya dikira kirakan
disebabkan hikayat (mencontoh harakat sebelum menjadi isim ‘alam.)
Contoh : Jaa –a bariqa makhruhu; Jaa-a fi’il madhi, bariqa makhruhu adalah Fail
dengan alamatnya rafa dhomah muqadarah ,sebagai penjelasan kharakat hikayat
dengan alamatnya rafa dhomah muqadarah ,sebagai penjelasan kharakat hikayat
‘alam manqul ‘anil murakabil mazji seperti lafad ba’labakka dan khadhra maut
hukumnya mu’rab apabila tidak diakhiri oleh waihi.I’rabnya samadengan isim
ghoiru munsharif apabila Jer tandanya fathah tanpa tanwin,tetapi apabila diakhiri
denga waihi maka mabni kasrah.
hukumnya mu’rab apabila tidak diakhiri oleh waihi.I’rabnya samadengan isim
ghoiru munsharif apabila Jer tandanya fathah tanpa tanwin,tetapi apabila diakhiri
denga waihi maka mabni kasrah.
Contoh :sibawaihi;zaidawaihi,amrawaihi.
7/ 78 Wasyaa’a fi I’alaami dzul idhofah ka abdi syamsi wa abi qakhafah.
Isim ‘alam bisa dibuat dari susunan idhafah(mudhof dan mudhof ilaihi terdiri dari isim ‘alam
Contoh : Abi qakhafah. ‘abdu samsyi.
Perbedaan Murakab majzi dan murakap idhofi ialah :
Apabila murakab majzi yaitu kalimat yang kedua tempatnya seperti tempatnya
Ta Ta’nits(akhir kalimat awal harakatnya fathah)
Apabila murakab idhafi yaitu tempatnya seperti tempatnya tanwin
(memakai I’rab kalimat yang awal)
(memakai I’rab kalimat yang awal)
7/79.wawadha’u alba’dhilu ajnasi ‘alam ka’alima askhashi lafdlan wahuwa ‘am
7/ 80. min dzaka umu’iryathin lil’aqrab wahaakadzaa tsu’aalatun liltsa’labi
8/81. wamitsluhu baratun lilmubarah kadzaa fajaari ‘alamun lil fajrah
Isim ‘alam jenis berupa dzat musyakhashah (nyata) dan disebut juga ‘alam syakhshu.
Isim ‘alam jenis berupa dzat yang tidak nyata(tidak nyata).
Isim ‘alam jenis berupa dzat yang tidak nyata(tidak nyata).
Isim jenis bisa menjadi mubtada tanpa musawig,dan kalau menjadi ilat lafdli bisa
berupa gairu munsharif seperti lafad usaamah,atau bisa menjadi dzul hal tanpa musawig.
berupa gairu munsharif seperti lafad usaamah,atau bisa menjadi dzul hal tanpa musawig.
‘Alam jenis sama dengan isim nakirah berarti umum. Contoh :usaamah=macan/anjing.
Ringkasan
Isim (kata benda)
Isim ‘Alam : (Manqul/Murtajal ) Isim gairu ‘Alam :
1.’Alam Asma 1.Isim dhamir .
2.’Alam laqab. 2.Isim maushul.
3.’Alam Kunyah 3.Isim Isyarah.
4.Isim mengandung Al.
5. Isim mudhof .
Pelajaran ke-5 (Isim Isyarah )
Page/ Bait : (82 s/d 87 ) - Fasal: 5 (Ayat 1 s/d 6 )
Alfiyah Page:8 /Bait 81- 93
8/ 82.bidzalmufradi mudzakarin atsir bidzi wadiih tii ta ‘ala untsa aqtashir
Lafad dza itu isim isyarah yang mempunyai musyar ilaih(yang diberi isyarah berupa
mufrad mudzakar
Lafad dza itu isim isyarah yang mempunyai musyar ilaih(yang diberi isyarah berupa
mufrad mudzakar
Apabila mau isyarah kepada musyar ilaihi mufrad muanats harus menggunakan dzi
atau dzih atau ti atau taa.Lafad ti apabila bertemu dengan lam bu’di dan kaf huruf
khithab maka huruf ya nya dibuang dan lam nya dibaca mati.
Contoh :tilkal rusul asalnya tii li ka rusul.
atau dzih atau ti atau taa.Lafad ti apabila bertemu dengan lam bu’di dan kaf huruf
khithab maka huruf ya nya dibuang dan lam nya dibaca mati.
Contoh :tilkal rusul asalnya tii li ka rusul.
8/ 83 wadzanil taani mutsanal murtaqif wa fi siwahu dzaini taini uthqu tuthi’
Dzani dipakai untuk musyar ilaihi tatsniyah mudzakar,tani dipakai untuk musyar ilaihi
tasniyah muanats.Isim isyarah itu Mabni,karena sibih wad’I.
Dzani dipakai untuk musyar ilaihi tatsniyah mudzakar,tani dipakai untuk musyar ilaihi
tasniyah muanats.Isim isyarah itu Mabni,karena sibih wad’I.
8/ 84 wabi ulaa atsir lijam’I muthlaqa wal maddu aula waldaal bu’dinthiqa
Ulaa dipakai untuk musyar ilaihi jama’ mudzakar atau jama’ muanats ,lafad ulaa boleh
dibaca pendek dan boleh panjang.
Ulaa dipakai untuk musyar ilaihi jama’ mudzakar atau jama’ muanats ,lafad ulaa boleh
dibaca pendek dan boleh panjang.
Apabila musyar ilaihi mempunyai tempat jauh maka harus menggunaka kaf huruf khitab,
baik yang memakai lam bu’di atau tidak.(contoh :dzalika,dzaka,dzanika,uulaika).
8/ 85 bilkafi kharfan dzuuna lamin au ma’ah walamu in qadamtahaa mumtani’ah
Huruf kaf menunjukan itu adalah isim isyarah tergantung jauh dekatnya dan jenisnya,
banyaknya,oleh karena itu kaf tersebut berubah ubah tergantung
baik yang memakai lam bu’di atau tidak.(contoh :dzalika,dzaka,dzanika,uulaika).
8/ 85 bilkafi kharfan dzuuna lamin au ma’ah walamu in qadamtahaa mumtani’ah
Huruf kaf menunjukan itu adalah isim isyarah tergantung jauh dekatnya dan jenisnya,
banyaknya,oleh karena itu kaf tersebut berubah ubah tergantung
keadaan mukhatab.(contoh : dzalika,dzalikuma,dzalikum,dzaliki,dzalikuma,dzalikuna, )
Isim isyarah dibagi dua :jauh(ada kaf dan harus memakai lam bu’di) dan dekat
(tidak ada kaf dan tidak memakai lam bu’di).
Isim isyarah dibagi dua :jauh(ada kaf dan harus memakai lam bu’di) dan dekat
(tidak ada kaf dan tidak memakai lam bu’di).
Isim isyarah apabila sudah bertemu dengan ha tatsniyah maka tidak boleh ada lam bu’di.
Isim isyarah yang boleh bertemu dengan lam bu’di ialah isim isyarah waqi’ mufrad dan
ulaa yang dibaca qashar.
Isim isyarah yang boleh bertemu dengan lam bu’di ialah isim isyarah waqi’ mufrad dan
ulaa yang dibaca qashar.
8/86 wabihunaa au hahunaa atsir ilaa danil makani wabihilkafashila
Lafad hunaa atau hahunaa untuk isyarahpekerjaan yang dekat :
contoh (ijlis hunaa)
Apabila mau membuat isyarah yang jauh maka harus bertemu kaf khitab:
contoh (ijlis hunaa)
Apabila mau membuat isyarah yang jauh maka harus bertemu kaf khitab:
Contoh ;Hunaaka Haahunaaka
8/87.fil bu’di au bitsamma fuh au hnnaa au bihunaalikanthiqan au hinnaa
Atau mendatangkan lafad; tsamma,hanna,hunaalika,hunaa.
Jadi lafad hunaa dan kawan kawannya hanya dipakai kepada isyarah pekerjaan dan
mendahului ma’mul(bihuna).
Ringkasan:
Isim Isyarah
Orang Laki -2
Orang perempuan
Pekerjaan
Dza (1 org) Dzani (2 org) Ulaa
Ti (1 org) Tani (2 org) Ulaa
Hunaa/haahuna (dekat) Hunaaka/ Haahunaka (jauh) tsama (jauh)
Pelajaran ke-6 (Isim maushul )
Page/ Bait : (88 s/d 105 ) - Fasal: 6 (Ayat 1 s/d 19 )
Page : 8 /Bait : 83-95
Isi maushul ada 2 macam yaitu berupa kalimat Isim dan berupa kalimat huruf.
Isim maushul kalimat huruf bisa disebut Masdar yaitu huruf yang bisa mengambil masdarnya
fi’il yang diikutinya untuk dijadikan ma’mul ‘amil kalimat sebelumnya,selanjutnya dimudhofkan kepada failnya.
Contoh : A’jabanii an yadhriba zaidun(kalimat ini adalah merupakan masdar dari A’jabani dharabu zaidin) dalam hal ini lafad an merupakan isim maushul fungsinya mengambil masdarnya khabar yang berupa lafad musytaq,tetapi apabila khabarnya berupa lafad jadid maka harus mendatangkan lafad kun selanjutnya dimudhofkan kepada isimnya.
Contoh : A’jabanii ana zaidaan jahilun ( maksudnya A’jabani jahlu zaidin).
A’jabanii anna zaidan akhu ka (maksudnya A’jabanii kanu zaidin akhu ka)
Huruf masdar(maushul huruf) ada 5(lima) :an ;anna; maa;kay;lau.(umumnya lafad ini letaknya sesudah wadda atau yawaddu) contoh : yawadu akhaduhum lau yu’amaru alfa sanah.
8/ 88. Maushul asma i lladzi untsa alatii wal yaa idzaa maa tsuniyaa latusbiti.
Lafad isim maushul yang berupa isim yaitu alladzi untuk waqi’ mufrad mudzakar
( orang laki -laki tunggal)
( orang laki -laki tunggal)
Tetapi kalau perempuan tunggal allati kadang kadang diucapkan alladzu atau allatu.
8/89. bal maa taliihi au lihil ‘alaamat wal nnuunu in tusdad falaamalaamah
Apabila untuk tatsniyah(orang dua) ya dibuang dan nun nya bisa ditasjid: apabila rafa
diganti dengan alif dan nun (alladzaanni;allataanni)apabila nashab/jer diganti dengan
Ya dan nun (alladzainni;allatainni)
Apabila untuk tatsniyah(orang dua) ya dibuang dan nun nya bisa ditasjid: apabila rafa
diganti dengan alif dan nun (alladzaanni;allataanni)apabila nashab/jer diganti dengan
Ya dan nun (alladzainni;allatainni)
8 /90.wal nnuunu min dzaini wa taini syuddidaa aidha wata’wiidhun bidzaaka qushidaa
Nun nya lafad dzainni dan tainni ditasdid(utk isim maushul dan isim isyarah waqi’
tasniyah)adalah sebagai pengganti Ya yang dibuang.
Nun nya lafad dzainni dan tainni ditasdid(utk isim maushul dan isim isyarah waqi’
tasniyah)adalah sebagai pengganti Ya yang dibuang.
8/ 91.jam’u aladzi ulaa aladzina muthlaqaa wa ba’dhuhum bilwawi raf’aa nathafaa
Apabila waqi’ jama’ mudzakar maka memakai al ula atau alladzina walaupun kondisi
makhal nya rafa’/nashab/jer.
Apabila waqi’ jama’ mudzakar maka memakai al ula atau alladzina walaupun kondisi
makhal nya rafa’/nashab/jer.
8/92 billati wa laa I alaatii qad jami’aa wa allaa I ka aladzii na najra waqa’aa
Apabila waqi’ jama’ muanats maka memakai allatii atau alla.
8/93 wa man wa maa wa al tusawii maa dzikir wahkadzaa dzuu ‘inda thayi in syuhir.
Isim maushul AL, Maa;Man bisa menjadi waqi’( mufrad ,tasniyah ,jama’ mudzakar) ,dan
Waqi’ ( mufrad,tasniyah,jama’ muanats).Al;Maa;Man termasuk isim maushul musytarik
Man umumnya dipakai untuk Manusia.(berakal)Contoh:Man qaamaa
Waqi’ ( mufrad,tasniyah,jama’ muanats).Al;Maa;Man termasuk isim maushul musytarik
Man umumnya dipakai untuk Manusia.(berakal)Contoh:Man qaamaa
Sedangkan Maa biasanya dipakai untuk selain manusia(tak berakal).
Contoh : A’jabani maa rukiba.
Contoh : A’jabani maa rukiba.
Isim Al kadang kadang dipakai untuk yang berakal dan yang tidak berkal.
Contoh : Ja-a nii aldhdhoribu walmakrabu.
Contoh : Ja-a nii aldhdhoribu walmakrabu.
Lafad dzu termasuk isim maushul musytarik seperti Maa ;Man,dan Al
9/ 94.wa ka allatii aidhaan ladaihim dzaa tu wa mau dhi’a alaatii atta dza watu
Lafad dzatu juga isim maushul seperti lafad allatti waqi’ mufrad muanats .
Lafad dzawatu juga isim maushul seperti lafad allaatii jaama’ muanats.
Lafad dzatu juga isim maushul seperti lafad allatti waqi’ mufrad muanats .
Lafad dzawatu juga isim maushul seperti lafad allaatii jaama’ muanats.
Dzatu dan dzawatu tidak berlaku isim musytarik.
9/95 Wa mislu maa dzaa ba’da ma istifham auman idza lam tulgha fil kalam
Apabila lafad dza terletak setelah maa atau man istifham dan tidak menjadi mulghah
(Ma dan dza menjadi satu kalimat) maka lafad dza sebagai isim maushul musytarik.
9/96 Wa kuluhaa yalzamu ba’dahu shilah ‘ala dhomiiri laa iqin mustamilah
Setiap ada isim maushul pasti mepunyai shilah terletak sesudahnya dan waqi’nya harus
sama dengan waqi’ isim tsb.
Setiap ada isim maushul pasti mepunyai shilah terletak sesudahnya dan waqi’nya harus
sama dengan waqi’ isim tsb.
9/97. Wa jumlatun au syibhuhaa alladzii wushil bihi kaman ‘indii alladzii ibnuhu kufil
Apabila menjadi shilah isim maushul harus berupa jumlah khabariyah atau syibhu
jumlah(dlaraf jer majrur pasti mempunyai mu’alaq berupa kun ‘am dan mu’alaq
yang wajib dibuang ) .dharaf majrur ini disebut dharaf mustaqar.
Apabila menjadi shilah isim maushul harus berupa jumlah khabariyah atau syibhu
jumlah(dlaraf jer majrur pasti mempunyai mu’alaq berupa kun ‘am dan mu’alaq
yang wajib dibuang ) .dharaf majrur ini disebut dharaf mustaqar.
Contoh: ja-a alladzi fil darri
Apabila dlaraf jer majrur berupa naaqis(tidak bisa berfaedah)dan tidak boleh jadi
shilah isim maushul.(disebut dlaraf lagwi mempunyai mu’alaq berupa kun khash).
Contoh: Ja-a alladzi dharaba al yauma.
shilah isim maushul.(disebut dlaraf lagwi mempunyai mu’alaq berupa kun khash).
Contoh: Ja-a alladzi dharaba al yauma.
9/98 Wasifatun shariikhatun shilatu al wakaunuhaa bimu’rabi af ‘ali qal
Apabila ada shilah dari Al maushilah pasti berupa isim sifat sharikhayah
( jelas Kemurnian kesifatannya,tanpa memakai takwil) contoh
9/99 Ayyun kaama wa u’ribat maa lam tudhaf wa shadru washlihaa dhamirul khadaf
( jelas Kemurnian kesifatannya,tanpa memakai takwil) contoh
9/99 Ayyun kaama wa u’ribat maa lam tudhaf wa shadru washlihaa dhamirul khadaf
Lafad ayun isim maushul seperti maa yaitu ismi mustarak (mufrad,tasniyah,jama’)
Contoh : a’jibunii ayuhum dharaba;dharabuu;dharabaa;dharabat.
Contoh : a’jibunii ayuhum dharaba;dharabuu;dharabaa;dharabat.
Ayun bisa dipakai aqil atau ghairi aqil.Amilnya harus mustaqbal.
Ayun hukumnya mu’rab apabila tidak mudhaf dan mempunyai sadru shilah berupa
dhamir yang dibuang. :
Contoh: yu’jibunii ayun qaaimun. Asalnya ….ayun huwa qaaimun.
Apabila mempunyai mudhaf dan mempunyai sadru shilahberupa dhomir yang dibuang
maka hukumnya mabni.Contoh :yu’jibunii ayuhum qaaimun.
maka hukumnya mabni.Contoh :yu’jibunii ayuhum qaaimun.
9/100. Wa ba’dhuhum a’raba muthlaqan wa fii dzal khadzfii ayaan ghairu ayyiin yaqtafii
Lafad multaqa menjadi khal dari dhamir yg dibuang menjadi maf’ulnya a’raba;
yaitu a’rabahaa muthlaqaa.
(Wa ba’dhumum) Lafad ayun menurut sebagian ulama hukumnya mu’rab.
(Wa fii dzal khadfi ) isim maushul selain ayun boleh membuang shadra shilah
Tetapi harus ada syaratnya yaitu mempunyai shadra shilah yang panjang(bersambung
dengan lafad yang lain seperti ma’mulnya khabar atau sifatnya atau yang lain ).
Contoh : maa anaa bi ladzii qaa ilun laka sawaa an. ayi huwa qailun.
: Tsuma aataina muusa al kitaba tamaaman ‘ala ladzii akhsanu
(akhasanu dibaca dhamah karena dianggap sebagai khabar dari mubtada
yang dibuang ayi aladzii huwa akhsanu)
(akhasanu dibaca dhamah karena dianggap sebagai khabar dari mubtada
yang dibuang ayi aladzii huwa akhsanu)
Kesimpulan :untuk isim maushul ayun membuang shadra shilah tanpa ada syarat,
tetapi untuk selain isim maushul ayun harus mempunyai shadra shilah yang panjang.
tetapi untuk selain isim maushul ayun harus mempunyai shadra shilah yang panjang.
9/101.In yustathal washlu wa in lam yastathal fal khadzfu nazazun wa abau an yukhtazal
(Wa abau)isim maushul yang mempunyai shilah didahului oleh isim dhamir,apabila mau
membuang shadra shillah,sedangkan sisa lafadnya masih bisa dipakai shilah yang
sempurna maka shadra shilah tidak boleh dibuang.
Tetapi kalau sisa lafad tidak bisa dipakai shilah maka shadra silah bisa dibuang.
Contoh :jaa a alladzii huwa yadhribu zaidan (huwa tidak boleh dibuang).
9/102 In shulukha albaqii liwashlin mukmili walkhadzfu ‘indahum katsiirun munjalii
Apabila ada ‘aid isim maushul yang berupa dhamir mutashil makhal nashab
yang dinashabkan oleh fiil tam atau isim sifat yang tidak menjadi shilah isim maushul
Al maka ‘aid bisa dibuang. Contoh : Man narjuu yahabu ( ay narjuuhu)
yang dinashabkan oleh fiil tam atau isim sifat yang tidak menjadi shilah isim maushul
Al maka ‘aid bisa dibuang. Contoh : Man narjuu yahabu ( ay narjuuhu)
9/103 Fi ‘aaidin muttashilin in intashab bi fi’lin au fashfin kaman narjuu yahab.
Apabila ada ‘aid isim maushul yang berupa dhamir mutashil atau munfashil dan
dinashabkan oleh huruf atau isim sifat yang menjadi shilah maushul AL maka ‘aid
tidak bisa dibuang. Contoh : Jaa a alladzi iyaahu akramtajaa a alladzi innahu fadhili
al dhdharibuha zaidun hindun
tidak bisa dibuang. Contoh : Jaa a alladzi iyaahu akramtajaa a alladzi innahu fadhili
al dhdharibuha zaidun hindun
9/104. Kadzaa ka khadzfu maa bi washfin khufidhaa kanat qaadhin ba’da amri min qadhaa
Apabila ada ‘aid isim maushul berupa dhamir makhal jer dan yang membuat jer itu isim
Sifat yang berada dalam keadaan khal atau mustaqbal maka boleh dibuang.(dan sebaliknya)
Contoh : Faa qadhi maa anta qadhin asalnya qaadhiihi.
Sifat yang berada dalam keadaan khal atau mustaqbal maka boleh dibuang.(dan sebaliknya)
Contoh : Faa qadhi maa anta qadhin asalnya qaadhiihi.
Jaa a alladzii wajhuhu khasanun ;
Jaa a alladzii anaa dharibuhu amsi (lafad amsi zaman madhi)
9/105. Ka dzalladzii juranima al maushul jar kamurra billadzi marartu fahuwa bar
‘aid boleh dibuang apabila dijerkan oleh huruf jer dng syarat sbb:(dan sebaliknya)
Contoh : marartu bi alladzi marartu bihi(bihi bisa dibuang dan dibaca marartu ).
Sebaliknya : Jaa a alladzi dharartu bihi (bihi tidak bisa dibuang)
Contoh : marartu bi alladzi marartu bihi(bihi bisa dibuang dan dibaca marartu ).
Sebaliknya : Jaa a alladzi dharartu bihi (bihi tidak bisa dibuang)
Kesimpulan :
1.’aid isim maushul makhal rafa bisa menjadi :
a.Mubtada.(Shadrul shilah)boleh dibuang dengan syarat :
1.Shilahnya harus panjang.(kecuali Ayun)
2.Sisanya shilah harus tidak bisa dijadikan shilah.
2.Sisanya shilah harus tidak bisa dijadikan shilah.
b.Fail/Naibul Fail. (tidak boleh dibuang)
2.’aid isim maushul makhal nashab boleh dibuang dengan syarat:
a.berupa dhamir mutashil.
b.Yang mempunyai fiil tam.atau isim sifat yang tidak menjadi shilah dari Al maushul.
3. ‘aid makhal jer boleh dibuang dengan syarat :
a.’aid isim yang di jerkan oleh mudhaf alaih yaitu isim sifat yang dalam
keadaan zaman hal atau mustaqbal
keadaan zaman hal atau mustaqbal
b.’aid isim dan maushul dijerkan oleh huruf jer yang sama mengenai:
lafadnya ,ar tinya,mua’alaqnya.
Ringkasan :
Isim maushul + shilah(jumlah khabariyah/shibu jumlah)
I.maushul berupa kalimat I.maushul berupa huruf
Alladzi ;Alladzina ;allati An;anaa;man;kay;lau.
‘
Pelajaran ke-7 (Al Ma’rifat )
Page/Bait : (106s/d 112 ) - Fasal: 7 (Ayat 1 s/d 7)
Alfiyah Page 9/Bait 94 -107
9/106.alkharfu ta’riifin awillaamu faqad fanamathun arafta qul fiihi ilnnamath
Al ialah huruf yang bisa membuat isim nakirah menjadi isima’rifat. Ada 3 macam :
1.Al Ahdi yaitu bisa menunjukan musamma muayan.
1.Al Ahdi yaitu bisa menunjukan musamma muayan.
a.Al Ahdi dzikri bisa menunjukkan musamma muayan sebab sudah disebutkan pada
kalimat didepannya.
kalimat didepannya.
b.Al Ahdi dzihni bisa menunjukkan mussamma muayan sebab sudah diketahui didalam hati.
c.Al Ahdi khudhuri bisa menunjukkan musamma muayan sebab bisa diketahui didepan
mukhathab.( bisa d ilihat)biasanya berada pada musyar ilaihi isim isyarah.
Contoh :wa syartu dzaal I’raabi.
mukhathab.( bisa d ilihat)biasanya berada pada musyar ilaihi isim isyarah.
Contoh :wa syartu dzaal I’raabi.
Ada 3 macam :
2.Al jinsi yaitu bisa menunjukkan hakekat jenisnya.
2.Al jinsi yaitu bisa menunjukkan hakekat jenisnya.
a.Al jinsi ta’rif hakikat tetap menunjukkan hakekat jenisnya.
Contoh :Arrajulu khaira min al mar ati. Al insaanu khayawaani naatiqa.
Contoh :Arrajulu khaira min al mar ati. Al insaanu khayawaani naatiqa.
b.Al istigraqi jinsi menunjukkan hakekat semuanya /umum.
Tandanya ialah tempatnya Al bisditempati lafad kullun. Contoh :inna al insaana la
fi khusrin yaitu kulunn insaani
fi khusrin yaitu kulunn insaani
c. Al istgraqi khasha ishil afrad(Al ta’rif kamali) menunjukkan keistimewaan.
Contoh :Anta al rajulu ‘ilma.(yaitu anta kamila baina al rajuli min jihadi al’ilmi)
9/107.waqad tuzaadulazimaan kallaatii wa alaana walladziina tsumma allaatii
Al zaidah lazimah al yang tidak boleh dipisahkan.
Contoh : allatii; al ana;alladzii dll.
10/ 108.wal idhthiraarin kabanati laubari kadzaa watibta binafsa yaa qaisu syarii
Al zaidah gairu lazimah yaitu Al tambahan karena kekhususannya dalam sya’ir.
10/109.Wa ba’dhu a’laami ‘alaihi dakhalaa lilamkhi maa qad kaana ‘anhu nuqilaa
10/110. kal fadhli walkharitsi wa nu’mani fadzikru dzaa wakhadfuhu siyaani
Ket:109&110
Al yang mengikuti isim ‘alam mankul yaitu Al zaidah gairu lazimah,yang tujuannya
mengharapkan mempunyai arti dari isim tersebut sebelum menjadi isim ‘alam.
Contoh : Al Fadhlu maksudnya berharap kiyahi fadhel mempunyai sifat yang utama.
mengharapkan mempunyai arti dari isim tersebut sebelum menjadi isim ‘alam.
Contoh : Al Fadhlu maksudnya berharap kiyahi fadhel mempunyai sifat yang utama.
Alkhariz maksudnya berharap menjadi orang yang pandai bertani.
10/111. waqad yashiiru ‘alama bilgalabah mudhafun au maskhuubu al aqabah
Al yang menjadi ‘alam bil galabah yaitu terdapat dalam mudhaf dan maskhub yang
menunjukkan arti karena kebisaan.Al ini bukan Al Ma’rifat tetapi termasuk Al zaidah
gairu lazimah
menunjukkan arti karena kebisaan.Al ini bukan Al Ma’rifat tetapi termasuk Al zaidah
gairu lazimah
Contoh : Al Aqabah yang dimaksud adalah Aqabah aila.
10/112. wakhadzfa al dziiintunadi au tudzif au jibwa fii gaiiri huma qad tankhadzif
Apabila ada isim mengandung Al zaidah lilgalabah ketika menjadi munada atau
dimudhafkan maka Al harus dibuang .(dan sebaliknya)
Apabila ada isim mengandung Al zaidah lilgalabah ketika menjadi munada atau
dimudhafkan maka Al harus dibuang .(dan sebaliknya)
Contoh : Hadzaa madinatul rrasuuli .(yang dimaksud adalah kota madinah)
Ya madinata rrasuuli.(hai …kota madinah ).
Ya madinata rrasuuli.(hai …kota madinah ).
Kesimpulan:
Al zaidah lil galabah termasuk setengah dari Al lazimah
Pelajaran ke-8 (Ibtida )
Bait : (113 s/d 142 ) - Fasal: 8 (Ayat 1 s/d 31)
Alfiyah Page: 10/Bait 108-121
Page: 11/Bait122-136
Page : 12/Bait 137-150
10/113 Mubtdau zaidun wa ‘adirun khabar inkulta zaidun ‘adirun mani’ tadzar.
Mubtada lahu khabar
Jumlah Isimiyah( mubtada lahu khabar ) susunannya : Mubtada + Khabar
Mubtada dibaca rafa(U) dan khabar juga rafa (U) Contoh : Allahu Akbaru
10/114 wa awalun mubtadaun wa tsani faa’ilun agnaa fi asaari dzani.
Mubtada laisa lahu khabar
Jumlah Isimiyah mubtada laisa lahu khabar susunanya: Mubtada +Fail.
Contoh : Asaari zaani ( )
Contoh : Asaari zaani ( )
10/115 wakis wakastifhami nafyu waqad yajuzu nahwu faizun ulul rasyad
Mubtada laisa lahu khabar terdiri dari isim sifat yang mengandung perangkat
istiham(pertanyaan) atau nafi (penolakan) dan bentuknya mufrad (tunggal),
sedangkan fail harus bentuk tsani(dua) atau jamak(lebih dari dua).
Mubtada laisa lahu khabar terdiri dari isim sifat yang mengandung perangkat
istiham(pertanyaan) atau nafi (penolakan) dan bentuknya mufrad (tunggal),
sedangkan fail harus bentuk tsani(dua) atau jamak(lebih dari dua).
Contoh :
Hal dhoribun almuslimuuna ( )
10/ 116. Watsani mubtadaa wadzal wasfu khabar in fii siwa ifradi tibqa nis taqar
Apabila ada isim sifat mengandung perangkat nafi atau istifham,sedangkan sesudah
isim sifat tersebut ada isim ma’mul marfu’ yang mempunyai derajat sama mengenai
tasniyah dan jama’nya maka isim sifat harus menjadi khabar muqadam,ma’mul
marfu’menjadi mubtada muakhar,tetapi apabila sama sama mufradnya maka bebas
memilihnya.
Apabila ada isim sifat mengandung perangkat nafi atau istifham,sedangkan sesudah
isim sifat tersebut ada isim ma’mul marfu’ yang mempunyai derajat sama mengenai
tasniyah dan jama’nya maka isim sifat harus menjadi khabar muqadam,ma’mul
marfu’menjadi mubtada muakhar,tetapi apabila sama sama mufradnya maka bebas
memilihnya.
Contoh : A dhaarabaani zaidaani? ( )
A qaaimuuna almuslimuuna? ( ) A qaaimun zaidun ? ( )
10/117. Warafa’u u mubtadaan bil ibtidaa kadzaka raf’u kharin bilmubtada.
Mubatada hukumnya rafa,khabar juga rafa
Contoh : Allahu Akbaru (=ça ã ueeã
10/118.Wal khabarul juz ulmutimul faidah kallahu barun wal ayaadii syahidah
Khabar ialah bagian dari jumlah isimiyah yang bisa memberi kesempurnaan kepada
pengertian mubatada,apabila tidak bisa memberi kesempurnaan kepada pengertian
mubtada tidak boleh disebut khabar.
pengertian mubatada,apabila tidak bisa memberi kesempurnaan kepada pengertian
mubtada tidak boleh disebut khabar.
Contoh sebagai khabar: Allahu Barun ( )
Contoh bukan khabar : Zaidun Zaidun ( )
10/ 119.Wa mufradaan ya, tii wa ya, tii jumlah khawayatan ma’na alladzii siqad lah
Susunan khabar ada yang mufrad (kalimat) ada yang jama’(jumlah).
Jumlah yang menjadi khabar harus mempunyai hubungan arti dengan mubtada
disebut rabit.Rabit ada 4 macam:
disebut rabit.Rabit ada 4 macam:
1.Rabit berupa dhamir.
2.Rabit berupa takrurmubtada.
3.Rabit berupa umumul mubtada.
4. Rabit berupa Isyarah mubtada.
10/120. Wa intakun iyahu ma’na niktafaa biha kanuthqii allahu khasbi wakafaa.
Apabila jumlah menjadi khabar sedangkan arti dari mutadanya sudah jelas dan pasti
maka khabar tidak memerluka rabit.Contoh :Nuthqii allahu khasbii wakafaa.
maka khabar tidak memerluka rabit.Contoh :Nuthqii allahu khasbii wakafaa.
Jumlah yang menjadi dhamir sya’n juga tidak memerlukan rabit.
Contoh : Qul huwa Allahu akhadun
Contoh : Qul huwa Allahu akhadun
10/ 121. Wal mufradul jaamidu faarigun wain yustaq fahwa zu dhamiiri mustakin
Apabila ada khabar mufrad berupa isim jamid pasti tidak mempunyai dhamir.
Contoh :Zaidun asadun.
Apabila ada khabar mufrad berupa isim jamid pasti tidak mempunyai dhamir.
Contoh :Zaidun asadun.
Isim Jamid ialah :isim selain isim sifat yang mempunyai arti dari fi’ilnya dan huruf fii.
Apabila ada khabar mufrad isim musytaq pasti mempunyai dhamir mustatir(tdk tertulis)
dengan syarat,isim musytaq tadi tidak merafakan Faa’il isim dhahir,tetapi kalau
merafakan isim faa’il isim dhahir maka dhamir nya memakai baariz.(tertulis)
contoh : Zaidun qaaimun abuhu
Apabila ada khabar mufrad isim musytaq pasti mempunyai dhamir mustatir(tdk tertulis)
dengan syarat,isim musytaq tadi tidak merafakan Faa’il isim dhahir,tetapi kalau
merafakan isim faa’il isim dhahir maka dhamir nya memakai baariz.(tertulis)
contoh : Zaidun qaaimun abuhu
11/ 122. Wa abrizanhu muthlaqa kaisu talaa maa laisa ma’naahu lahu mukhashala
Apabila ada khabar mufrad berupa isim musytaq dan tidak bisa menghasil arti dari
mubtada maka dhamirnya harus memakai baariz.
mubtada maka dhamirnya harus memakai baariz.
Contoh : Zaidun ‘amrun dhaaribuhu huwa.Zaidun hindun dhaaribuha huwa.
(kalau dhamir ha tidak ditulis maka rujuk huwa kepada zaidundan huwa tetap harus
ditulis.)menurut ‘ulama Bashariyah.
(kalau dhamir ha tidak ditulis maka rujuk huwa kepada zaidundan huwa tetap harus
ditulis.)menurut ‘ulama Bashariyah.
Kalau menurut ulama Kufiyah boleh dibaca: Zaidun hindun dhaaribuha.
11/123. Wa akhbaruu bidlarfi jar naa wina ma’naa kaa,in awis taqar
Apabila ada dlaraf atau jar majrur pasti bisa menjadi khabar dan mempunyai mu’alaq
yang harus dibuang. Mualaq bisa ditaqdirkan berupa isim atau fi’il.pendapat ini antara
ulama Basyirah dan kufiyah tidak berbeda.Tetapi menurut kelompok lain berpendapat
bahwa yang menjadi khabar adalah mu’alaq yang dibuang, sedangkan dlaraf atau jar
majrur adalah sebagai shibhul jumlah. Sedangkan sibhu jumlah tersebut bisa menjadi
khabar dengan syarat harus mempunyai mu’alaq kun’am (keadaan umum)
Apabila sibhu jumlah berupa naaqis yaitu mempunyai mu’alaq kunkhash
(keadaan tertentu)maka tidak boleh menjadi khabar.
yang harus dibuang. Mualaq bisa ditaqdirkan berupa isim atau fi’il.pendapat ini antara
ulama Basyirah dan kufiyah tidak berbeda.Tetapi menurut kelompok lain berpendapat
bahwa yang menjadi khabar adalah mu’alaq yang dibuang, sedangkan dlaraf atau jar
majrur adalah sebagai shibhul jumlah. Sedangkan sibhu jumlah tersebut bisa menjadi
khabar dengan syarat harus mempunyai mu’alaq kun’am (keadaan umum)
Apabila sibhu jumlah berupa naaqis yaitu mempunyai mu’alaq kunkhash
(keadaan tertentu)maka tidak boleh menjadi khabar.
11/ 124. Walaa yakuunuu ismu zamani khabaraa ‘an jitsatin wa in yufid fa akhbiraa
Apabila ada isim zaman tidak boleh menjadi khabar untuk mubtada isim dzat,kecuali
kalau dharurat dan mempunyai manfaat,dengan ditakshish isim sifat atau idhafah
dengan dijarkan fii.
kalau dharurat dan mempunyai manfaat,dengan ditakshish isim sifat atau idhafah
dengan dijarkan fii.
Contoh : Nakhnu fi syahri thibi; (Isim dzat) Aldharbu yaumul jum’ah.(Isim ma’na)
Apabila isim makani bisa menjadi khabar isim dzat.(Isim yang bisa dipegang)
Apabila isim makani bisa menjadi khabar isim dzat.(Isim yang bisa dipegang)
11/125. Wa laa yaju,zul ibtada bi nakqirah malam tufid ka ‘inda zaidin namirah
Apabila ada isim nakirah maka tidak bleh menjadi mubtada disebabkan mubtada adalah
isim yang dihukumi maka harus isim ma’rifat.(jelas).
Kecuali kalau isim nakirah tersebut bisa bermanfaat dengan syarat mempunyai musawig :
isim yang dihukumi maka harus isim ma’rifat.(jelas).
Kecuali kalau isim nakirah tersebut bisa bermanfaat dengan syarat mempunyai musawig :
1.Isim nakirah terletak sesudah dlaraf atau jer majrur.(‘inda zaidin namirah).
2.Isim nakirah terletak sesudah huruf istifham.(Hal fata fikum)
3.Isim nakirah terletak sesudah huruf nafii (Maa khilu lanaa)
4.Isim nakirah yang disifati.(Rajulun minalkiraami ‘indanaa)
5.Isim nakirah yang meng’amalkan lafad sesudahnya.(Ragbatun fii khairi khairun.)
6.Isim nakirah yang mudhaf kepada isim nakirah.(‘amalu birrin yaziinu.)
7. dll. Lihat syarah ibnu aqil.
11/ 126. Wa hal fatifikum fimaa khila lanaa warajulun minal kirama ’indanaa
Sama dengan : bait 125.
11/127.Wa ragibatun fi khairi khairun wa ‘amalun birin yaziinu walyuqas maa lam yuqal
Sama dengan bait 126.
11/128. Wa aldhalu fil akhbaari an tu akharaa wa jawazuul taqdzima idz laa dhararaa
Pada umummnya khabar diakhirkan dan mubtada didahulukan.
Boleh juga khabar didahulukan dengan syarat tidak membuat bingung
makhatab(pendengar) Contoh : ‘aalimun zaidun.
11/129.Famuna’hu khiina yastawiiljuz,aani gurfaan wanukran ‘aadi maabyanii
Apabila ada khabar dan mubtada sama sama ma’rifat atau nakirah maka harus
mendahulukan mubtada.contoh : zaidun akhi.boleh juga akhi zaidun
Apabila ada khabar dan mubtada sama sama ma’rifat atau nakirah maka harus
mendahulukan mubtada.contoh : zaidun akhi.boleh juga akhi zaidun
Apabila ada khabar dan mubtada tidak sama yaitu ma’rifat dn nakirah maka yang
Ma’rifat menjadi mubtada.Contoh : man zaidun (man isim nakirah tetapi karena
termasuk isim istifham maka harus diletakkan didepan)
Ma’rifat menjadi mubtada.Contoh : man zaidun (man isim nakirah tetapi karena
termasuk isim istifham maka harus diletakkan didepan)
11/130.Ka dzaa idzaa maal fi’lun ka an alkhabara au qushidaasti’maa luhu munkhshiraa
Kabar faa’il yang merafa’kan dhamir mustatir maka harus mendahulukan mubtada.
Tetapi kalau merafakan isim dhahir atau isim dhamir bariz maka boleh mendahulukan khabar.
Tetapi kalau merafakan isim dhahir atau isim dhamir bariz maka boleh mendahulukan khabar.
Contoh : Zaidaani qaama.bisa diucapkan qaama Zaidaani.
Zaidun qaama abuhu.bisa dicapkan Qaama abuhu zaidun.
Apabila ma’na mubtada diqashar pada khabar dengan lafad illa atau innamaa
maka harus mendahulukan mubtada.(dng syarat lafad illa harus terletak sesudah naïf)
Contoh : Innama zaidun qaaimun.(zaidun =maqshur qaaimun =maqshur alaihi)
Contoh : Innama zaidun qaaimun.(zaidun =maqshur qaaimun =maqshur alaihi)
Maa zaidun illa qaaimun.(zaidun=maqshur qaaimun=maqshur alaihi.)
Lafad sesudah innamaa disebut maqshur (yang diringkas)
Lafad sesudah innamaa disebut maqshur (yang diringkas)
Lafad sesudahnya disebut maqshur alaihi (yang diringkasi ma’nanya)
11/131.Aau kaana musnadan lidzii lamibtida au lazimi shadri kaaman lii munjidaa
Apabila khabar mempunyai mubtada yang diawali lafad lam ibtada maka mubtada
harus didahulukan.Contoh : la zaaidun qaaimun
harus didahulukan.Contoh : la zaaidun qaaimun
Apabila khabar mempunyai mubtada yang wajib diletakkan permulaan kaimat
maka wajib mendahulukan mubtada.
maka wajib mendahulukan mubtada.
Contoh : Man lii munjidaa atau kam khairiyah
Gulaamu man ‘indaka atau gulaamu man yaqum aqum ma’ahu.
11/132. Wanakhwu ‘indzii dirhamun wali wathar multzamun fiihi taqadimul khabar
Apabila ada khabar berupa jar majrur atau dlaraf sedangkan mubtada berupa isim nakirah
yang tidak mempunyai musawig maka khabar didahulukan sedangkan mubtada diakhirkan.
Sebab kalau khabar diakhirkan maka mudah menjadi sifat.Tetapi apabila mubtada
mempunyai musawig selain taqdimil khabar maka boleh mendahulukan mubtada.
yang tidak mempunyai musawig maka khabar didahulukan sedangkan mubtada diakhirkan.
Sebab kalau khabar diakhirkan maka mudah menjadi sifat.Tetapi apabila mubtada
mempunyai musawig selain taqdimil khabar maka boleh mendahulukan mubtada.
Contoh : wa ajalun musama ‘indahu./rujulun shalikhun fiil masjid.
11/133.kaadzaa idzaa ‘aada ‘alaihi mudhmaru mimmaa bihi ‘anhu muiinaa yukhbaru.
Apabila ada mubtada mempunyai dhamir yang rujuk kepada mulabis khabar(lafad ikut
menjadi bagian khabar) maka harus medahulukan khabar.
menjadi bagian khabar) maka harus medahulukan khabar.
Contoh :Fii daari shaakhibuha : tidak boleh dikatakan : shaakhibuha fii daari
11/134. kaadzaa idzaa yastaujibul tashdiraa ka ainaa man ‘alimtahu nashiraa
Apabila ada khabar yang mempunyai isim yang harus diletakkan dipermulaan kalimat
maka khabar harus didahulukan.Isim tersebut seperti isim istifham atau isim yang
mudhaf kepada isim istifham. Contoh: aina man ‘alimtahu nashiran.
maka khabar harus didahulukan.Isim tersebut seperti isim istifham atau isim yang
mudhaf kepada isim istifham. Contoh: aina man ‘alimtahu nashiran.
11/135. wa khabara makhshuuri qadam abadaa kaamaaa lanaa illa tiba’u akhmadaa
Apabila ma’na khabar diqashar pada mubtada dengan lafad illa atau innamaa maka harus
mendahulukan khabar.
mendahulukan khabar.
Contoh : maa qaama illa zaidun./innamaa qaaimun zaidun.
11/ 136. wajadz fu yu’lamu ja,izun kaamaa taquulu zaidun ba’da man ‘inda kumaa
Apabila susunan mubtada atau khabar yang sudah jelas artinya maka bisa dibuang salah
satunya.
Apabila susunan mubtada atau khabar yang sudah jelas artinya maka bisa dibuang salah
satunya.
12/137. wa fi jawaabi kaifa zaidun qul danif fa zaidu istugni ‘anhu idz gurif
Seperti manjadi jawabannya soal kaifa zaidun ? maka jawabnya : danifun aslinya
zaidun danifun.
zaidun danifun.
12/ 138. wa bad laula galiba khadzfu l khabar khatmun fii nashira ‘aini dzaastaqar
Apabila ada mubtad khabar terletak setelah laula imtinaiyah yang berada dalam
Isti’mal galib maka khabar harus dibuang,sebab tempatnya khabar sudah ditempati
jawabnya laula.Maksud dari imtinaiyah ialah lafad laula bisa mencegah dari jawaban
keadaan mubtada. Maksud dari isti’mal galib yaitu ma’na imtina’ yang menjadi artinya
laula untuk disandarkan kepada keadaan mubtada.
Apabila ada mubtad khabar terletak setelah laula imtinaiyah yang berada dalam
Isti’mal galib maka khabar harus dibuang,sebab tempatnya khabar sudah ditempati
jawabnya laula.Maksud dari imtinaiyah ialah lafad laula bisa mencegah dari jawaban
keadaan mubtada. Maksud dari isti’mal galib yaitu ma’na imtina’ yang menjadi artinya
laula untuk disandarkan kepada keadaan mubtada.
Contoh :laula zaidun laa karamtuka. (Kalimat yang seperti ini menunjukkan bahwa
mutakalim tidak memuliakan mukhatab.) susunan seperti ini dinamakan imtina’.
mutakalim tidak memuliakan mukhatab.) susunan seperti ini dinamakan imtina’.
Tetapi kalau laula tidak menjadi imtina’ galib maka khabar tidak boleh dibuang,
selanjutnya arti imtina’ disandarkan kepada sifatnya mubtada.
selanjutnya arti imtina’ disandarkan kepada sifatnya mubtada.
Contoh: Laula zaidun salamanaa maa salima.
Apabila khabar yang terletak ditempatnya qasam tertentu,maka khabar harus dibuang.
Contoh: la amruka laa af’alanna. Yaitu la amaruka yaitu khayatuka qasamii.
Contoh: la amruka laa af’alanna. Yaitu la amaruka yaitu khayatuka qasamii.
Apabila qasami bukan khusus maka khabar boleh dibuang dan boleh ditulis.
Contoh : Ahdullahi lafa’lana disini lafad ahdu belum tentu menjadi qasam,kadang
kadang menjadi mubtada tidak menunjukkan arti qasam.
kadang menjadi mubtada tidak menunjukkan arti qasam.
Contoh :Ahdullahi yajibul wafaubihii.
12/139. wa ba’da wawin ‘ayyanat mafhuma ma’ kamitsli kulun shani’in wa maa shhana’
Apabila ada khabar yang benar benar menggunakan isim musakhabah maka khabar
harus dibuang. Contoh :kulun shaani’in wa maa shaana’ (yaitu maqrunaani ).
Apabila ada khabar yang benar benar menggunakan isim musakhabah maka khabar
harus dibuang. Contoh :kulun shaani’in wa maa shaana’ (yaitu maqrunaani ).
Apabila wawu tidak menggunakan arti mushakhabah tidak dibuang.
Contoh: zaidun wa amrun wa mutaba’idaani
Contoh: zaidun wa amrun wa mutaba’idaani
12/140. wa qabla khali laa yakuunu khaabara ‘ani alladziikhabaruhu qad udhmiraa
Apabila ada kabar terletak sebelum susunan khal dan khal tersebut tidak sesuai menjadi
khabar dari mubtadanya khabar maka khabar harus dibuang.(tidak sesuainya dengan
mubtada tersebut mengenai maksudnya mubtada atau maksud mutakalim).
khabar dari mubtadanya khabar maka khabar harus dibuang.(tidak sesuainya dengan
mubtada tersebut mengenai maksudnya mubtada atau maksud mutakalim).
Susunan khabar yang seperti ini biasanya mubtada berupa masdar(masdar sharikh atau
masdarMuawal ) atau mubtada berupa tafdhil yang mudhaf kepada masdar yang
menjadi ‘amil dari ism dhahir yang menjadi mufasirnya dhamir yang menjadi dzul khal.
masdarMuawal ) atau mubtada berupa tafdhil yang mudhaf kepada masdar yang
menjadi ‘amil dari ism dhahir yang menjadi mufasirnya dhamir yang menjadi dzul khal.
Contoh :Dharbii al’abda musii,aan .( asalnya dari :Dharbii al’abda khashilun idza kaana
musi,an) Kalau musi,an menjadi khabarnya dharbi maka tidak sesuai, karena musi,an itu
adalah abdi (isim)bukan perjaan memukul(fi’il).
musi,an) Kalau musi,an menjadi khabarnya dharbi maka tidak sesuai, karena musi,an itu
adalah abdi (isim)bukan perjaan memukul(fi’il).
Contoh :atammu tabdiniil khaqqa manuuthan bilkhikami.(asalnya dari :atammu tabdiniil
khaqqa khashilun idza kaana manuuthan bil khikami.)
khaqqa khashilun idza kaana manuuthan bil khikami.)
Lafad kaana ini tamah.Maksudnya ialah kalimat kaqqa itu bisa sempurna kalau disambung
dengan khikmah.
dengan khikmah.
Contoh: mubtada isim tafdjil kepada masdar mu awal.
(akarabu maa yakuunu al ‘abdu min rabihi wahuwa saajidun.)
(akarabu maa yakuunu al ‘abdu min rabihi wahuwa saajidun.)
Apabila susunan khal bisa menjadi khabarnya mubtada maka khabar tidak bleh dibuang.
12/141. Kadharbal ‘abdamusii,an wa atam tabyinil khaqqa manuthan bil khikam
Keterangan sama dengan bait :140.
12/142. wa akhbaruu bi asnaini au biaktsaraa ‘an waakhidin kahum saraatu syu’araa
Apabila ada susunan mubtada khabar pasti mempunyai mubatada satu.(dinamakan ta’adud).
Apabila ada susunan mubtada khabar pasti mempunyai mubatada satu.(dinamakan ta’adud).
Ta’adud ada yang berupa lafad ( ta’adud lafdlii) dan yang berupa ma’na( ta’adud ma’nawi).
Contoh : hum su’araa,u . wa qauluhu ta’ala wahuwal gafurul wadudu dzul ‘arsyil majid
Contoh : hum su’araa,u . wa qauluhu ta’ala wahuwal gafurul wadudu dzul ‘arsyil majid
fa’alun limma yurid.
Ta’adud khabar terdiri li lafdli wal ma’na boleh mendatangkan huruf athaf atau tidak
mendatangkan huruf athaf.
mendatangkan huruf athaf.
Tetapi apabila ta’adud khabar berupa Ii lafdli faqad tidak boleh mendatangkan huruf athaf.
Ringkasan :
Ibtida= Susunan mubtada khabar =Jumlah Isimiyah=Ta’ri bil mitsal=Jumlah khabariyah
Mubtada lahu khabar Mubtada laisa lahu khabar
Mubtada 1 + Khabar 1 M + F Kalimat Jumlah
Musawig Jumlah Isimiyah Jumlah fiiliyah
Ma’rifat Mubtada 2 + Khabar 2
Nakirah. dibuang /ditulis
Khabar + Mubtada
Ilmu Nahwu mulai pelajaran ke 9(bait 143 dst) nadhom Alfiyah dalam bahasa Indonesia tidak dituliskan dan sebagai gantinya bisa membaca file Alfiyah
code MISI 005/01A Alfiyah page:2 s/d 74.
code MISI 005/01A Alfiyah page:2 s/d 74.
Contoh: Apabila kita ingin mencari bait 145,maka kita buka file nahwu CodeMISI 005/01B,
dan mencari Bait 145 selanjutnya cari halaman fasal 9 pada halaman sebelah kiri atas
ada tulisan Alfiyah page: 12/bait 137-150,artinya bait 145 terletak pada Alfiyah
halaman 12,selanjutnya dihitung dari atas kebawah mulai dari hitugan137 sampai 145.
Bait sudah ditemukan.
dan mencari Bait 145 selanjutnya cari halaman fasal 9 pada halaman sebelah kiri atas
ada tulisan Alfiyah page: 12/bait 137-150,artinya bait 145 terletak pada Alfiyah
halaman 12,selanjutnya dihitung dari atas kebawah mulai dari hitugan137 sampai 145.
Bait sudah ditemukan.
Pelajaran ke-9 (Kaana Cs. )
Bait : (143 s/d 150 ) - Fasal: 9 (Ayat 1 s/d 16 )
Alfiyah Page: 12/Bait 137 -150
12/143. 9/01
Apabila Jumlah isimiyah terdapat kalimat kana maka mubtada menjadi isimnya kaana dan
harus rafa,sedangkan khabarnya harus nashab.
harus rafa,sedangkan khabarnya harus nashab.
Contoh: Kaana umaru sayyidaan. Asalnya ‘umaru sayyidun.
Isim kaana tidak boleh menjadi Fail sebab kalau fail harus mengandung arti dari fi’il
sedangkan isim kaana mengandung arti dari khabar.
sedangkan isim kaana mengandung arti dari khabar.
12/144&145. 9/02&03
Kaana cs ada 11 yaitu :
dlalla;baata;adhkha:ashbakha;amsaa;shaara;laisa;(zaala;barikha;fatia;infaka.)
Lafad yg didalam kurung ada 4 ini bisa beramal seperti kaana dengan syarat terletak
sesudah huruf nafi atau yan serupa dengan nafi.(sibhu nafi) yaitu nahi atau do’a.
Contoh : Maa zaala zaidun ‘aamilan
sesudah huruf nafi atau yan serupa dengan nafi.(sibhu nafi) yaitu nahi atau do’a.
Contoh : Maa zaala zaidun ‘aamilan
Apabila tidak memenuhi syarat tersebut diatas tidak bisa dengan alasan:
Jumlah isimiyah adalah merupakan susunan itsbat (penentuan khukum),sedangkan fi’il 4
tersebut termasuk fi’il nafi,maka untuk bisa menjadi itsbat maka harus terletak sesudah
kalimat nafi.(nahi dan do’a disamakan dengan nafi).
tersebut termasuk fi’il nafi,maka untuk bisa menjadi itsbat maka harus terletak sesudah
kalimat nafi.(nahi dan do’a disamakan dengan nafi).
12/146. 9/04
Apabila ada lafad daama berada setelah maa masdariyah dlarfiyah maka bisa berlaku
seperti lafad kaana .
seperti lafad kaana .
Yang dimaksud dlarfiyah ialah lafad yang menempati tempatnya dlaraf .
Yang dimaksudkan masdariyah ialah Maa yang untuk mengambil masdar dari lafad
yang terdapatdidalamnnya untuk dijadikan maf’ul dari ‘aamil sebelumnya.
Contoh :
yang terdapatdidalamnnya untuk dijadikan maf’ul dari ‘aamil sebelumnya.
Contoh :
12/147. 9/05
Apabila ada kalimat madhi(masa lampau) dari kaana Cs maka bisa beramal seperti kaana
Yaitu merafakan mubtada menashabkan khabar.
Contoh : wa lam aku bafiyyaan qul kuu nuu khijaratan au khadidaan
12/148. 9/06
Apabila ada kalimat yang menjadi khabarnya kaana Cs maka bisa menjadi pertengahan antara
‘aamil nya(mutasharif atau jamid) dan mutadanya. Contoh :
12/149 9/07
Apabila ada kalimat menjadi khabarnya isim kaana Cs dan mengandung Maa nafi maka
khabar harus terletak sesudah maa nafi.
khabar harus terletak sesudah maa nafi.
Contoh : Qaaiman maa kaana zaidun.
12/150 9/08
Lafad yang menjadi khabarnya laisa harus terletak sesudah laisa.
13/151 9/09
Lafad kaana cs apabila mempunyai ma’mul marfu’ dan ma’mul manshub disebut
fi’il naaqish khusus (Fati a,laisa,zaala)pasti memakai naaqis tidak boleh fi’il Tam
fi’il naaqish khusus (Fati a,laisa,zaala)pasti memakai naaqis tidak boleh fi’il Tam
13/152 9/10
Apabila ada lafad menjadi ma’mul khabarnya kaana cs dan lafad itu tidak berupa dlaraf
ataujer majrur maka lafad tersebut tidak boleh berdampingan dengan ‘aamil yang berupa
kaana cs
ataujer majrur maka lafad tersebut tidak boleh berdampingan dengan ‘aamil yang berupa
kaana cs
Contoh :tidak boleh diucapkan (Kaana ‘amran zaidun dharibaan)
Tetapi apabila ma’mul berupa jer majrur atau dlaraf boleh berdampingan dengan ‘aamil
yang berupa kaana cs. Contoh :(kaana fi dzari zaidun dhaaribaan)/
( kaana ‘indaal syaiji bakrun akilaa)
yang berupa kaana cs. Contoh :(kaana fi dzari zaidun dhaaribaan)/
( kaana ‘indaal syaiji bakrun akilaa)
13/153.
9/11
9/11
Apabila ada lafad menjadi ma’mulnya khabar kaana cs dan tidak berupa jer majrur atau
dlaraf tetapi berdampingan dengan ‘aamil kaana cs maka harus dita’wili dengan cara
mentaqdirkan dhamir sya,n dijadikan isim ‘aamil.
Contoh :…..bima kaana iyahum ’athiyatu ‘awada. Kelihatannya iyahum berdampingan
dengan kaana tetapi sebetulnya tidak sebab isimnya kaana adalah dhamir sya,an yang
dibuang.Sedangkan jumlah ‘athiyatu awada menjadi khabarnya dan Iyahum ma’mulnya
‘awada.
dlaraf tetapi berdampingan dengan ‘aamil kaana cs maka harus dita’wili dengan cara
mentaqdirkan dhamir sya,n dijadikan isim ‘aamil.
Contoh :…..bima kaana iyahum ’athiyatu ‘awada. Kelihatannya iyahum berdampingan
dengan kaana tetapi sebetulnya tidak sebab isimnya kaana adalah dhamir sya,an yang
dibuang.Sedangkan jumlah ‘athiyatu awada menjadi khabarnya dan Iyahum ma’mulnya
‘awada.
13/154. 9/12
Apabila ada lafad kaana yang terletak ditengah tengah dua kalimat mutalazimina
(dua kalimat yang tidak bisa dipisahkan)maka kaana berlaku sebagai zaidah,seperti
ketika terletak ditengah tengah antara maa ta’jubiyah dan fi’il ta’ajub.
Contoh: maa kaana ashakha ‘ilma man taqadama. Atau antara sifatt dan maushuf.
Contoh : …..wa jiiraanin lanaa kaanuu kiraami.
(dua kalimat yang tidak bisa dipisahkan)maka kaana berlaku sebagai zaidah,seperti
ketika terletak ditengah tengah antara maa ta’jubiyah dan fi’il ta’ajub.
Contoh: maa kaana ashakha ‘ilma man taqadama. Atau antara sifatt dan maushuf.
Contoh : …..wa jiiraanin lanaa kaanuu kiraami.
Kaana tidak boleh menjadi zaidah dengan menggunakan bentuk mudharik,dan selain
kaana tidak boleh menjadi zaidah.
kaana tidak boleh menjadi zaidah.
13/155 9/13
Apabila ada kaana terletak setelah in syarthiyah atau lau syartiyah maka kaana dan
isimnya bisa dibuang dan khabarnya tetap. Contoh:Al tamisu wa lau khatam min khadidin.
isimnya bisa dibuang dan khabarnya tetap. Contoh:Al tamisu wa lau khatam min khadidin.
13/156 9/14
Apabila ada lafad kaana terletak sesudah in masdariyah maka bisa ditukar dengan
maa zaidah. Contoh : a maa anta baraan faqtarib (asalnya : li an kunta baraa) lam ta’lil
dibuang selanjutnya kaana diganti dengan maa. Sehingga menjadi : (an maa ta baraa)
selanjutnya dhamir ta dibuat munfashil maka menjadi : an maa anta dan selanjutnya di
idgamkan menjadi : a maa anta baraan.
maa zaidah. Contoh : a maa anta baraan faqtarib (asalnya : li an kunta baraa) lam ta’lil
dibuang selanjutnya kaana diganti dengan maa. Sehingga menjadi : (an maa ta baraa)
selanjutnya dhamir ta dibuat munfashil maka menjadi : an maa anta dan selanjutnya di
idgamkan menjadi : a maa anta baraan.
13/157 9/15
Apabila ada mudharik kaana ketika tingkat jazm maka nun nya boleh dibuang.
Contoh : lam yaku dengan syarat tidak berjumpa dengan huruf mati,tetapi kalau
berjumpa dengan huruf mati maka nun tidak boleh dibuang.
Contoh : lam yakunillandina kafaru
berjumpa dengan huruf mati maka nun tidak boleh dibuang.
Contoh : lam yakunillandina kafaru
Pelajaran ke-10 ( laisa-maa-laa-laata wa in )
Bait : (158 s/d 163 ) - Fasal: 10 (Ayat 1 s/d 6 )
13/158 10/01
Lafad maa nafiyah yang tidak bersamaan dengan lafad in zaidah ,apabila terletak didalam
susunan jumlah isimyah maka bisa beramal seperti laisa,yaitu merafakan isim,menashabkan
khabar.
susunan jumlah isimyah maka bisa beramal seperti laisa,yaitu merafakan isim,menashabkan
khabar.
Hal ini menurut menurut ‘ulama ahli khijas,maka dari itu maa seperti disebut Maa khijasiyah.
Contoh : Maa hunna umahatihim atau Maa hadzaa basyara.
Tetapi kalau menurut ‘ulama tamim tdak bisa beramal seperti laisa.
Jika maa khijasiyah bersamaan dengan in maka tidak bisa beramal seperti laisa.
Contoh :maa in zaidun qaaimun
Contoh :maa in zaidun qaaimun
Demikian juga kalau nafi dihilangkan oleh illa.
Contoh : Maa zaidun illa qaaimun.
Demikian juga kalau jumlah isimiyah tidak mengikuti tertib.
Contoh : Maa zaidun illa qaaimun.
Demikian juga kalau jumlah isimiyah tidak mengikuti tertib.
Contoh :Maa qaaimun zaidun. Atau maa ‘indaka zaidun
13/159 10/02
Apabila ada isim menjadi khabarnya maa khijasiyah yang mempunyai ma’mul dlaraf
atau jermajrur maka boleh mendahulukan dlaraf atau jer majrur.
atau jermajrur maka boleh mendahulukan dlaraf atau jer majrur.
Contoh : maa bi anta ma’niyan.
Juga ada dlaraf / jer majrur yang diakhirkan tetapi lafad maa tidak
menjadi ‘aamil(batal ‘amal)
Contoh : maa tha’aa maka zaidun akilun
menjadi ‘aamil(batal ‘amal)
Contoh : maa tha’aa maka zaidun akilun
13/160 10/03
Apabila ada isim yang mengandung lakin atau bal teretak sesudah ma’mul manshub nya maa
Khijasiyah maka isim tersebut harus dibaca rafa.(I’rabnya menjadi khabarnya mubtada yang
dibuang) jadi tidak boleh dibaca nashab dengan alasan athaf terhadap khabarnya
maa,disebabkan isim tersebut berubah menjadi muujab.Sedangkan maa tidak bisa ‘amal
kepada kalimat mujab. Kalimat mujab lawan dari kalimat nafii.
Khijasiyah maka isim tersebut harus dibaca rafa.(I’rabnya menjadi khabarnya mubtada yang
dibuang) jadi tidak boleh dibaca nashab dengan alasan athaf terhadap khabarnya
maa,disebabkan isim tersebut berubah menjadi muujab.Sedangkan maa tidak bisa ‘amal
kepada kalimat mujab. Kalimat mujab lawan dari kalimat nafii.
Contoh :maa zaidun qaaiman bal qaaidun.
(yaitu …bal huwa qaaidun) Maa ‘amrun suja’an lakin karimun.
(yaitu …bal huwa qaaidun) Maa ‘amrun suja’an lakin karimun.
Bal dan lakin adalah ibtida bukan ma’thuf.
13/161 10/04
Apabila ada isim menjadi khabr dari maa khijasiyah atau laisa maka boleh memakai ba zaidah. Ba zaidah ialah ba yang tidak mempunyai mua’laq tidak mempunyai arti tetapimmpunyai
‘amal. Conth : wa maa rabbuka bidlalaamilil’abiid.
‘amal. Conth : wa maa rabbuka bidlalaamilil’abiid.
Laisa allahu bikaafin abda,u.
Apabila ada isim menjadikhabarnya lam nafiyah atau lafad kaana yang mempunyai arti nafii
maka memakai ba zaidah.
maka memakai ba zaidah.
Contoh : fakun lii syafi’a yauma laa dzu syafa’atin bimugni fatiila….
13/162 10/05
Apabila ada la nafiyah terletak disusunan mubtada khabar yang berupa isim nakirah maka
bisa bisa beramal seperti laisa yaitu merafakan isim menashabkan khabar dengan syarat
seperti yangsudah ditetapkan didalam aturan maa khijasiyah,yaitu nafinya tidak berubah
dan tartib ma’mulnya laa mempunyai ‘amal seperti ‘amalnya ‘amil.
bisa bisa beramal seperti laisa yaitu merafakan isim menashabkan khabar dengan syarat
seperti yangsudah ditetapkan didalam aturan maa khijasiyah,yaitu nafinya tidak berubah
dan tartib ma’mulnya laa mempunyai ‘amal seperti ‘amalnya ‘amil.
Laisa seperti disebut laa linafiil wakhid.(boleh mendatangkan ma’thuf bibal).
Contoh : laa rajulun qaaimaa bal rajulaani
Contoh : laa rajulun qaaimaa bal rajulaani
La linafsi jinsi (tidak boleh mendatangkan ma’thuf bibal).
Contoh : Laa rajula qaaimun bal rajulaani (tidak boleh seperti ini)
Apabila ada lafad lata atau in maka ada yang ber’amal seperti ‘amalnya laisa;tetapi harus
mempunyai syarat seperti yang sudah ditetapkan didalam aturan maa khijasiyah.yaitu nafinya
tidak berubah dan tartib ma’mulnya.
mempunyai syarat seperti yang sudah ditetapkan didalam aturan maa khijasiyah.yaitu nafinya
tidak berubah dan tartib ma’mulnya.
Apabila mempunyai pemahaan Qad yang berada pada mudharik maka untuk lata bisa beramal
merafakan isim,dan menashabkan khabar.Tetapi kalau untuk in agak janggal.
merafakan isim,dan menashabkan khabar.Tetapi kalau untuk in agak janggal.
13/163 10/06
Lafad lata bisa ber’amal seperti laisa apabila mempunyai pemahaman waktu
.(khinun.waqtun dll).selain waktu tidak bisa beramal seperti laisa.
.(khinun.waqtun dll).selain waktu tidak bisa beramal seperti laisa.
Untuk lafad lata biasanya membuang ma’mul marfu’ dan menetapkan ma’mul manshub.
Contoh : wa lata khiina manaashin.
Contoh : wa lata khiina manaashin.
Lafad lata aslinya adalah la kemudian ditambah ta.
Pelajaran ke – 11 (Af’alu Muqarabah)
Bait : (164 s/d 173) Fasal -11 Ayat (01 s/d 10)
I.A.Page :322
14/164. kakaana kaada wa ‘asaa laakin nadzar gairu mudharik haadzayni khabar
Lafad kaadza dan ‘asaa itu hukumnya seperti lafad Kaana,hanya saja lafad yang
menjadi khabarnya harus berupa fi’il mudhari’ .
menjadi khabarnya harus berupa fi’il mudhari’ .
14/165 wakaunuhu bidzuni an ba’da ’asaa. Nazru kaadal amru fiyhi ukisaa
Apabila ada fi’il mudhari’ menjadi khabar dari lafad ‘asaa ,pasti mengandung lafad an
masdariyah.contoh : ‘asaa allahu an yakufa ba’sa aladziina kafaru.
masdariyah.contoh : ‘asaa allahu an yakufa ba’sa aladziina kafaru.
Apabila ada fi’I mudhari’ menjadi kabar dari lafad kaada ,pasti tidak mengandung lafad an
masdar iyah.contoh : kaada zaidun yagdhabu.
masdar iyah.contoh : kaada zaidun yagdhabu.
14/166.waka’asaa kharaa walakin ju’ilaa khabaruhaa khatman bi anmutashila.
Lafad khara hukumnya seperti lafad ’asaa. Contoh :khara zaidun an yauma.
14/167. wa alzamuu akhlau laqa an mitslakara waba’da au syaka intifa an nazura.
Lafad ikhlau laqa hukumnya sama dengan lafad khar
.contoh : Ikhlaulaqati ssama u an thumtira
.contoh : Ikhlaulaqati ssama u an thumtira
Lafad ausyaka hukumnya sama dengan lafad khara ;
contoh
contoh
Ausyaka zaidun an yadhriba.
14/168.wa mitslu kaada fiil laa shakhi karabaa watarku an ma’dzi syurafu’in wajasaa
Lafad karabaa hukumnya s/d lafad kaada ,isimnya rafa’ dan khabarnya nashab,
khabarnya pasti berupa fi’il mudhari’ yang tidak mengandung huruf AN
masdariyah.(af’alu fi zamani mustaqbal >< af’alu fi zamani syuru’ )
contoh:
contoh:
karaba alqalbu min jawahu yadzuubu khina qaala alwutsatu hindun gadhuubu
14/169. kaansya a alsyaiqu yakhduu wa thafiq kadza ja’altu wa akhadztu wa ‘aliq
Af’alu syuru’ ada lima : thafiqa,ansya’a,ja’ala ,akhadza,’aliqa (‘Afal khamsun)
14/170. wasta’maluu mudhari’an laau syaka wa kaada laa gairu wazaduu muusyika
Lafad ausyaka hukumnya s/d lafad kaada dan khabarnya menggunakan fi’il mudhari’
bahkan untuk lafad ausyaka kebanyakan menggunakan singgat mudhari’,selain itu juga
mempunyai isim fa’il yang bisa ‘amal .
contoh :
bahkan untuk lafad ausyaka kebanyakan menggunakan singgat mudhari’,selain itu juga
mempunyai isim fa’il yang bisa ‘amal .
contoh :
famuusyikatun ardhunaa an ta’uudaa khilafal ansii wukhusyaan yabaabaa
Kesimpulan :
Semua fi’il selain lafad kaadza dan asyuka tidak mempunyai mudhari’ atau isim faa’il dll.
Semua fi’il selain lafad kaadza dan asyuka tidak mempunyai mudhari’ atau isim faa’il dll.
14/171.ba’da ‘asaa ikhlaulaqa ausyaka qad barad ginaa bian ya’gala ‘an tsanin fuqid.
Lafad ‘asaa,ikhlaulaka,ausyaka itu ada yang mempunyai ma’mul marfu’ yang berupa
fi’il mudhari’ yang mengandung AN masdariyah /tidak mempunyai khabar
disebut fi’il Tamah. (umum).
fi’il mudhari’ yang mengandung AN masdariyah /tidak mempunyai khabar
disebut fi’il Tamah. (umum).
14/172. wajari dana ‘asaa awir fa’mudhmaraa bihaa idza ismun qablahaa qad dzukira
Apabila lafad ‘asaa,akhlaulaqa.ausyaka, terletak setelah isim dhahir dan sesudahnya
ada juga fi’il mudhari’ yang mengandung AN masdariyah maka boleh memakai dua
bentuk :
Apabila lafad ‘asaa,akhlaulaqa.ausyaka, terletak setelah isim dhahir dan sesudahnya
ada juga fi’il mudhari’ yang mengandung AN masdariyah maka boleh memakai dua
bentuk :
1. Boleh tanpa memakai dhamir.
2. Mudhari’ Maqrun bi AN setelah menjadi fa’ilnya menjadi tamah.
Contoh:
Contoh:
Zaidun ‘asaa an yaquuma,Zaidaani ‘asaa an yaqumaa,
Zaidun ‘asaa an yaquumuu
Hindun ‘asaa an taquma,Hindani ‘asaa an taqumaa,
Hindatu asaa an yaqumna.
Hindatu asaa an yaqumna.
Apabila lafad asaa,akhlaulaqa,ausyaka,mempunyai ma’mul berupa dhamir yang ruju’
kepada isim dhahir dan mudhari’ maqrun bi An menjadi khabarnya berlaku sebagai
naaqishah.
kepada isim dhahir dan mudhari’ maqrun bi An menjadi khabarnya berlaku sebagai
naaqishah.
Contoh :
Zaidun ‘asaa an yaquuma, Zaidaani ‘asaya an yaquumaa,
Zaiduuna ‘asawu anyaqumuu
Demikian juga sama hukumnya untuk Akhlaulaqa,dan ausyaka.
14/173. wa alfatkha walkasra ajiz fisiini min nakhwi ‘saitu wa antiqaa alfatkhi zukin.
Apabila lafad ‘asaa isnad kepada dhamir mutakharik maka huruf SIN nya
Bisa dibaca fathah atau kasrah tetapi yang lebih baik fathah. Contoh :’Asaitu.
Ringkasan :
Af’alu Muraqabah
Kaadza + fi’il mudharik - AN Masdariyah
Ausyaka= Ikhlau laka=Kara = ‘asaa + fi’il mudharik + AN masdariya
Pelajaran ke 12 (inna wa akhwaatihaa =inna cs.)
Bait : (174 s/d 196) Fasal -12 Ayat (01 s/d 23 ) I.A..Page:345
Bait : (174 s/d 196) Fasal -12 Ayat (01 s/d 23 ) I.A..Page:345
14/174.linna inna laita lakinna la’ala kaana ‘aksu maa likana min ‘amala
Lafad inna,anna,kaanna,laakina,laita,la’ala,semuanya mempunyai hukum yang kebalikan
dengan hukumnya lafad kaana. yaitu( tanshibu isma tarfau khabara)
dengan hukumnya lafad kaana. yaitu( tanshibu isma tarfau khabara)
contoh : inna zaidan ‘aalimun.
14/175.kaanna zaidan ‘aalimun bianii kuf’un walakinna abnahu dzu dhigni
Hanya saja tidak setiap mubtada bisa menjadi isimnya inna atau setiap khabar menjadi
khabarnya inna.Untuk itu perlu syarat syarat.yang harus dipenuhi :
khabarnya inna.Untuk itu perlu syarat syarat.yang harus dipenuhi :
1.Mubtada tersebut tidak diwajibkan diawal kalimat.
2.Bukan jumlah thalabiyah.(contoh tidak boleh mengatakan :inna zaidan idhribhu.)
Inna,anna memakai arti tauhid. Laakinna memakai arti istidrak
Kaanna memakai arti tasbih dengan syarat khabarnya kaanna tidak berupa fi’il atau
jer majrur,dtharaf,tetapi kalau khabarnya berupa Fi’il,atau jer majrur,tharaf maka memakai
arti thanna (bukan tasbih)
contoh :
contoh :
Kaanna zaidan dharaba ‘amran (berupa fi’il) Kaanna zaidan ‘indaka (berupa jer majur)
Kaanna zaidan fii masjid (berupa tharaf)
Laita memakai arti mengaharap sesuatu yang tidak mungkin atau jarang terjadi.
La’ala memakai arti mengharap sesuatu yang disenangi atau yang dibenci.
La’ala memakai arti mengharap sesuatu yang disenangi atau yang dibenci.
14/176.wa raa’i zaa altartiba illa fii alladzii kalaita fiihaa au hunna gairal badzii
Apabila ada mubtada khabar menjadi ma’mulnya inna cs maka harus mendahulukan mubtada
kecuali kalau khabarnya jermajur atau tharaf ,tetapi kalau khabarnya berupa
kecuali kalau khabarnya jermajur atau tharaf ,tetapi kalau khabarnya berupa
jermajrur atau tharaf boleh mendahulukan khabar.Contoh : Laita fihaa gairal badzi
14/177.wa hamzana iftakh lasad masdari masadaha wa fii siwaya dzaka iksiri
Apabila ada lafad inna tempatnya bisa ditempati oleh shigat masdar(masdar yang menjadi
khabarnya inna berupa isim musytaq) maka hambyah dari inna dibaca fathah, dengan
caramemudhafkan (menyambungkan)masdarnya khabar dengan isimnya inna.
Contoh: awalam yakfihim inzalunaa iyaahu (awalam yakfihim annaa anjalnaahu)
Tetapi apabila khabarnya berupa isim jamid maka harus mendatangkan lafad kun, dan
dimudhafkan(disambungkan )dengan isimnya inna,selanjutnya khabar jamid
Contoh: awalam yakfihim inzalunaa iyaahu (awalam yakfihim annaa anjalnaahu)
Tetapi apabila khabarnya berupa isim jamid maka harus mendatangkan lafad kun, dan
dimudhafkan(disambungkan )dengan isimnya inna,selanjutnya khabar jamid
dijadikan khabrnya kun. Contoh : a’jabanii anna zaidan asadan (kunu zaidin asadan )
Apabila ada lafad inna tempatnya tidak bisa ditempati oleh shigat masdar(masdar yang
menjadi khabarnya inna berupa isim musytaq) maka hambyah dari inna dibaca kasrah.
Apabila ada lafad inna tempatnya tidak bisa ditempati oleh shigat masdar(masdar yang
menjadi khabarnya inna berupa isim musytaq) maka hambyah dari inna dibaca kasrah.
15/178.fakasri fii ibtida fii bad i shilah wa khaitsu inna liyamiina mukmilah
Apabila inna terletak dipermulaan kalam ,atau sebagai pengganti shilah atau sebagai
jawaban qasam maka hambyahnya dibaca kasrah.
Contoh : Inna zaidan qaimun;
Apabila inna terletak dipermulaan kalam ,atau sebagai pengganti shilah atau sebagai
jawaban qasam maka hambyahnya dibaca kasrah.
Contoh : Inna zaidan qaimun;
Wal ‘asri innal insanaa lafii khusrin
15/179. au khukiyat biqauli au khalat makhal khalin kazurtuhuwa anii dzuu amal
Apabila lafad inna diceritakan dengan perkataan qaulu maka hambyah dari inna
dibaca kasrah.contoh : qaala innii ‘abdullah.
dibaca kasrah.contoh : qaala innii ‘abdullah.
Apabila lafad inna menempati tempatnya khal maka hamyahnya dibaca kasrah.
Contoh : zurtuhu wa innii dzu ‘amalin
15/180. wa kasaruu min ba’di fi’lin ‘uliqa bi llaami kaa’lam innahu ladzu tuqaa
Apabila ada inna yang terletak sesudah/sebelum fi’il yang mengandung lam ibtida maka
Hamyahnya dibaca kasrah.
Contoh :
Hamyahnya dibaca kasrah.
Contoh :
wa Allahu ya’lamu innaka larasuuluhu. / alam ttara innii wabnu aswada lailatan
15/181. ba’da idza fujaa atin au qasam laa laama ba’dahu bi wajhaini numii
Apabila ada lafad inna terletak sesudah idza mujaiyah maka hamyahnya bisa dibaca kasrah
dan bisa dibaca fatha( sebab.idza mujaiyah itu nashab menjadi tharaf)
dan bisa dibaca fatha( sebab.idza mujaiyah itu nashab menjadi tharaf)
Contoh : kharajtu fa idza inna zaidan bilbaabi (kunuuhu bilbaabi)
Apabila ada lafad inna terletak setelah qasam yang tidak menyebutkan lam ibtida pada lafad
sesudahnya maka hamyah bisa dibaca kasrah dan bisa dibaca fatha.
sesudahnya maka hamyah bisa dibaca kasrah dan bisa dibaca fatha.
Tetapi apabila qasam menunjukan lam ibtida maka hamyah inna dibaca kasrah.
Contoh :wayakhlifuuna billahi innahum la minkum.
Contoh :wayakhlifuuna billahi innahum la minkum.
15/182. ma’ tilwi faal jaza wa dza yatharid fii nakhwi khairul q auli inii akhmad
Apabila ada lafad inna yang terletak setelah alat jawab maka hamyah inna bisa dibaca fatha
dan bisa dibaca kasrah.Contoh : man ‘amala minkum suuan bijahaalatn tsuma taaba min
ba’dihiwa ashlakha fa innahu gafurunrakhimun.
dan bisa dibaca kasrah.Contoh : man ‘amala minkum suuan bijahaalatn tsuma taaba min
ba’dihiwa ashlakha fa innahu gafurunrakhimun.
Apabila ada lafad inna menjadi khabarnya lafad qaulu yang mempunyai khabar berupa
pengucapan dengan pembicaranya hanya satu maka hambyah inna bisa dibaca kasrah atau
fatha.
Contoh: khairul qauli (a)(i)nii akhmadu.
pengucapan dengan pembicaranya hanya satu maka hambyah inna bisa dibaca kasrah atau
fatha.
Contoh: khairul qauli (a)(i)nii akhmadu.
Apabila khabarnya inna tidak berupa qauli atau yang bicara bukan orngang satu maka
hambyah inna harus dibaca kasrah.
contoh : qaulii inii mu minun./qauli inna zaidan yukhibuhu allahu.
hambyah inna harus dibaca kasrah.
contoh : qaulii inii mu minun./qauli inna zaidan yukhibuhu allahu.
15/183. wa ba’da dzatil kasri shahibul khabar laa mubtada in nakhwu inii lawazar
Apabila hambyah inna dibaca kasrah maka khabarnya bisa diberi lam ibtada.
Contoh : innii lawazirun
Contoh : innii lawazirun
Dalam kata lain ;lafad yang menjad khabarnya huruf nawasig selain inna tidak bisa
mengandung lam ibtida.Biasanya l am ibtida diletakkan pada awal kalam,tetapi
dalam ini diletakkan dikhabar.
mengandung lam ibtida.Biasanya l am ibtida diletakkan pada awal kalam,tetapi
dalam ini diletakkan dikhabar.
15/184.walaa yalii dzi allaama qad nifuyaa walaa minal af’ali maa karadhiyaa
Apabila ada lafad menjadi khabarnya inna sedangkan lafad tersebut mengandung arti nafi
maka tidak boleh memakai lam mubtada.
maka tidak boleh memakai lam mubtada.
Apabila ada fi’il yang menjadi khabarnya inna sedangkan fi’il tersebut adalah
madhi mutsbat yang tidak mengandung qad maka tidak boleh memakai lam ibtada.tetapi
kalau fi’il mudharik boleh memakai lam ibtada. Contoh :inna zaidan layadhribu.
madhi mutsbat yang tidak mengandung qad maka tidak boleh memakai lam ibtada.tetapi
kalau fi’il mudharik boleh memakai lam ibtada. Contoh :inna zaidan layadhribu.
15/185.wa qad yaliiha ma’a qad kaanna dza laqad samaa ‘ala is’adaa mustakhwidzaa
Apabila ada khabar inna berupa fi’il maadhi mutasharif dengan mengandung qad maka pasti
ada yang memakai lam ibtida tetapi jarang,sebab qad itu bisa menyebabkan madhi kepada khal.
ada yang memakai lam ibtida tetapi jarang,sebab qad itu bisa menyebabkan madhi kepada khal.
15/186. watashkhabul wasitha ma’ulal khabar walfashla wasmaan khala qablahul khabar
Apabila ada isim menjadi ma’mul khabarnya inna maka antara isim inna dan khabarnya
bisa diberi lam ibtada,tetapi dengan syarat khabarnya tidak menjadi khal dan khabar
nya tidak mengandung lam ibtida contoh : inna zaidan la’amran dharibun
Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak boleh diberi lam ibtida.
Apabila ma’mul tidak terletak diantara isim inna dan khabarnya juga tidak boleh diberi
lam ibtada. contoh : Inna zaidan dhaaribun la’amran.
lam ibtada. contoh : Inna zaidan dhaaribun la’amran.
Apabila diantara asim inna dan khabarnya terdapat dhamir fashal maka boleh diberi
lam ibtida
.contoh:inna huwalhudaa lahuwa laqashasulkhaqu.
15/187.wawashlu maa bidzil khurufi mubthilun I’maalahaa wa qad yubaqaal’amala
Apabila inna cs bertemu dengan maa zaidah maka hukumnya (‘amalnya) tidak berlaku sebab
lafad maa bisa menghilangkan sifat khususnya inna cs.yang masuk kepada kaimat isim.
lafad maa bisa menghilangkan sifat khususnya inna cs.yang masuk kepada kaimat isim.
Contoh : innamaa zaidun qaaimun,kaannamaa khalidun asadun
Maa tersebut dinamakan Maa zaidah kaffah.artinya maa yang menghalangi ‘amalnya
Khuruf nawasikh.(biasanya pemakaianya pada susunan kalimat qashar)
contoh: Qul uukhiya ilaa innamaa ilahukum ilahun wakhidun
contoh: Qul uukhiya ilaa innamaa ilahukum ilahun wakhidun
Innamaa yattabi’uu iktsarunnaasi
Tetapi kalau maa tersebut maa maushulah(kata sambung)maka tetap bisa ber’amal huruf
nawasikh (inna cs) Contoh : inna maa ‘indaka khasanun.
Khusus untuk laita bisa ber’amal huruf nawasikh walaupun bertemu zaidah.
Contoh : Qaalat alaaitamaa hadzaal khamaama lanaa.
Contoh : Qaalat alaaitamaa hadzaal khamaama lanaa.
15/188.wajaa izun raf’uka ma’thufan ‘alaa manshubi anna ba’da an tastakmilaa
Apabila ada isim diathafkan kepada ma’mul marfu’nya inna dan waktu mengathafkannya
setelah menyempurnakan khabar maka isim tersebut dibaca rafa’.Rafa’nya terletak pada
mubtada dengan membuang khabar atau mengathafkan kepada dhamir yang ada pada
khabar.Contoh : inna zaidan qaaimun wa amrun.
setelah menyempurnakan khabar maka isim tersebut dibaca rafa’.Rafa’nya terletak pada
mubtada dengan membuang khabar atau mengathafkan kepada dhamir yang ada pada
khabar.Contoh : inna zaidan qaaimun wa amrun.
Tetapi kalau waktu mengathafkannya sebelum menyempurnakan khabar wajib dibaca
nashab Contoh :inna zaidan wa ‘amran qaaimaani .
nashab Contoh :inna zaidan wa ‘amran qaaimaani .
Ibnu Aqil : Hal 377
15/189 wa ulkhiqad bi inna laakina wa anna min duuni laita wa la’ala wa kaana
apabila ada isim diathafkan kepada ma’mul manshubnya laakina atau inna sedangkan
waktu mengathafkan setelah menyempurnakan khabar maka bisa dibaca nashab atau
waktu mengathafkan setelah menyempurnakan khabar maka bisa dibaca nashab atau
rafa’.
contoh-:
wa adzaanun minallahi warasuulihi ilaa nnasi yaumal khajal akbar annaallaha baariun……
contoh-:
wa adzaanun minallahi warasuulihi ilaa nnasi yaumal khajal akbar annaallaha baariun……
zaidan syuja’un laakinahu bakhilan.
Tetapi kalau waktu mengakthafkannya sebelum menyempurnakan khabar wajib dibaca nashab.
Contoh :inna zaidan wa ‘amran qaaimaani.
Apabila isim diathafkan kepada ma’mul manshubnya( laita ,la’ala,kaanna),maka harus dibaca
nashab tidak boleh dibaca rafa’ walaupun athafnya sesudah menyempurnakan khabar.
Contoh
nashab tidak boleh dibaca rafa’ walaupun athafnya sesudah menyempurnakan khabar.
Contoh
Laita ‘amran ganiyun wabakran/la’ala bakran qadimun wakhalidan/kaanna zaidan muqbilaun
wanasadaan.
wanasadaan.
15/190.wakhuffifat inna faqallal ‘amalu watalzamul llaamu dza maa tuhmalu
Lafad inna bisa dibaca IN hal seperti ini disebut inna mukhafafah dan tidak bisa ‘amal
seperti Inna cs(muhmal).contoh : In kulun lamma jami’un ladainaa mukhdharuuna.
contoh untuk maa zaidah yang ber’amal : wa in kulla lamaa layuwa finahum.
seperti Inna cs(muhmal).contoh : In kulun lamma jami’un ladainaa mukhdharuuna.
contoh untuk maa zaidah yang ber’amal : wa in kulla lamaa layuwa finahum.
Maka dari itu kebanyakan muhmal itu berlaku disebabkan adanya sesuatu yang terkandung
dalam isim yang dhiilangkan dengan adanya inna mukhafafah.
dalam isim yang dhiilangkan dengan adanya inna mukhafafah.
Sedangkan kalau terkandung dalam fi’il tetapi mempunyai ma’na tauhid tidak
dihilangkan.
contoh:
dihilangkan.
contoh:
In labistum illa qalilan.
Apabila ada inna mukhafafah ketika muhmal maka pada lafad sesudahnya mempunyai
lam ibtada dengan tujuan untuk membedakan antara inna mukhafafahinna naafiyah.
lam ibtada dengan tujuan untuk membedakan antara inna mukhafafahinna naafiyah.
Maka dari itu lam tersebut dinamakan lam faariqah.Apabila IN berlaku ‘amal maka
tidak perlu Lam ibtida.
tidak perlu Lam ibtida.
15/191.warubama astugnii ‘anhaa in badaa maa anaathiqun araadahu mu’tamida
Apabila IN mukhafafah minal tsaqilah ketika bisa mempunyai arti yang jelas(pasti)
maka tidak perlu memakai lam,sebab arti dari kalimat sudah jelas yaitu itsbat kepada
yang ditauhidi oleh IN mukhafafah
contoh seperti yang diucapkan dalam syair :
Inabnu ubatil dhaimi minali maaliki
wa inmaliki kanat kiramal ma’aadin
maka tidak perlu memakai lam,sebab arti dari kalimat sudah jelas yaitu itsbat kepada
yang ditauhidi oleh IN mukhafafah
contoh seperti yang diucapkan dalam syair :
Inabnu ubatil dhaimi minali maaliki
wa inmaliki kanat kiramal ma’aadin
Seharusnya lakirama tetapi karena artinya sudah jelas maka la tidak diperlukan lagi
Ibnu Aqil :hal.381.
15/192. wal fi’lu in lam yakunaasikhhan falaa tulfihi galiban bi indzi mushalaa
Apabila ada inna mukhafafah min tsaqilah biasanya terkandung didalam fi’il naakhikh
seperti kaana cs. Af’alu muqarabah,Af’alu raja’,Afalu syuru’
seperti kaana cs. Af’alu muqarabah,Af’alu raja’,Afalu syuru’
contoh :
wa in yakaadu aladzina kafaru layunliquu naka biabsharihim wa in adlunnuka
laminalkadzibina.wa inkanat lakbiratan illa ‘alal khasyi’ina.
Wa inwajadnaa aktsarahum lagaasifiina.
In mukhafafah ada yang terkandung didalam fi’il gairu nasikh.
wa in yakaadu aladzina kafaru layunliquu naka biabsharihim wa in adlunnuka
laminalkadzibina.wa inkanat lakbiratan illa ‘alal khasyi’ina.
Wa inwajadnaa aktsarahum lagaasifiina.
In mukhafafah ada yang terkandung didalam fi’il gairu nasikh.
16/193. wa in tukhafaf anna fasmuhaa istakan wal khabaraj’al jumlatan min ba’di ‘am
Apabila ada lafad inna diucapkan an maka menjadi mukhafafah dan isimnya berupa
Dhamir sya’ yang dibuang,tidak boleh berupa isim dhahir atau dhamir selain dhamir sya’
Kesimpulan : an mukhafafah tetap bisa beramal seperti inna.(tanshabu isim tarfa’u
Dhamir sya’ yang dibuang,tidak boleh berupa isim dhahir atau dhamir selain dhamir sya’
Kesimpulan : an mukhafafah tetap bisa beramal seperti inna.(tanshabu isim tarfa’u
khabar).
Dan khabarnya berupa jumlah(khabarnya tidak boleh mufrad.
Contoh : ‘alimtu an zaidun qaaimun
Contoh : ‘alimtu an zaidun qaaimun
16/194.wa in yakun fi’lan walam yakun du’aa walam yakun tashrifuhu mumtani’aa
16/195.fal akhsanul fishlu biqad au nafii au tanfiisin au lau wa qalilun dzikru lau
Apabila lafad berupa jumlah fi’illiyah menjadi khabar dari an mukhafafah dan fi’ilnya
berupa Fi’il mutasharif maka antara an dan fi’il yang menjadi khabarnya bisa dipisahkan
oleh huruf Qad,atau huruf nafii,atau huruf tanfiis atau huruf lau(itu lebih bagus) tetapi kalau
tidak dipisah juga boleh.
berupa Fi’il mutasharif maka antara an dan fi’il yang menjadi khabarnya bisa dipisahkan
oleh huruf Qad,atau huruf nafii,atau huruf tanfiis atau huruf lau(itu lebih bagus) tetapi kalau
tidak dipisah juga boleh.
Contoh :qaulihi ta’ala wa na’lamu an qad shadaqtanaa
Wa khashibuu an laa takuuna fitnatun.
Ayakhsabu an lan yaqdira ‘alaihi akhad.
Ayakhsabu an lan yaqdira ‘alaihi akhad.
Tetapi apabila khabarnya terdiri dari jumlah isimiyah,atau fiiliyah tetapi fi’ilnya terdiri dari
fi’il jamid atau fi’il du’a maka an fi’ilnya tidak boleh dipisah.
fi’il jamid atau fi’il du’a maka an fi’ilnya tidak boleh dipisah.
Contoh :qaulihi ta’ala wa akharu da’wahum an alkhamdulillahi rabbil ‘alamina.
Wa an laisa lil innsaani illa maa sa’aa
Ibnu Aqil : Hal 389. =Alfiyah Bait 196.
|
16/196.wakhfifat kaanna aidhan fanuwii manshuubuhaa watsaabitan aidhaa ruwii
Lafad kaana juga bisa menjadi mukhafafah diucapkan kaan yaitu dengan membuang isim
dhamir sya’n :contoh : wa shadrin musyriqil nukhrin kaan tsad yaahu khufaanin
Lafad kaana juga bisa menjadi mukhafafah diucapkan kaan yaitu dengan membuang isim
dhamir sya’n :contoh : wa shadrin musyriqil nukhrin kaan tsad yaahu khufaanin
Bersambung Juz-II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar